JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menelisik dugaan keterlibatan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dan supervisi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Sejumlah pertanyaan terkait Anas ditanyakan penyidik KPK kepada Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat. Nazaruddin diperiksa sebagai saksi untuk istrinya, Neneng Sri Wahyuni yang menjadi tersangka kasus tersebut.
"Tadi ditanyakan soal bagaimana peran Anas di PT Anugrah (PT Anugrah Nusantara), jadi lebih pada peran Anugrah, soal posisinya Anas," ungkap Nazaruddin seusai menjalani pemeriksaan hampir sepuluh jam di gedung KPK, Jakarta, Senin (19/9/2011).
Nazaruddin dan Anas disebut-sebut berkongsi di PT Anugrah Nusantara. Menurut Nazaruddin, Anas menjadi pimpinan PT Anugrah bersama dirinya. "Pimpinan PT Anugrah saya bilang Anas Urbaningrum, setelah itu saya, direktur keuangannya adalah Yulianis," ucap tersangka kasus wisma atlet itu.
Nama Anas memang tidak tercatat secara formal di perusahaan tersebut. Namun Anas disebut-sebut sebagai salah satu orang berpengaruh di perusahaan itu selain Nazaruddin, M Nasir, Neneng, dan Nur Hasyim (adik Nazaruddin).
Dia juga disebut sering mengikuti rapat-rapat pimpinan PT Anugrah dan menerima gaji sekitar Rp 20 juta setiap bulan. Dalam kasus PLTS, PT Anugrah merupakan salah satu perusahaan peserta tender proyek senilai Rp 8,9 miliar itu.
Selain PT Anugrah, tender diikuti PT Mahkota Negara, PT Sundaya Indonesia, dan PT Alfindo Nuratama. Lalu, tender dimenangkan PT Alfindo Nuratama yang kemudian disubkontrakan ke PT Sundaya Indonesia.
Diduga terjadi penggelembungan harga dalam pelaksanaan proyek yang disubkontrakan tersebut sehingga menimbulkan kerugian negara senilai Rp 3,8 miliar.
Selain itu, diduga PT Alfindo hanya dipinjam benderanya oleh PT Mahkota Negara yang disebut-sebut sebagai anak perusahaan PT Anugrah. Di PT Mahkota Negara, nama Nazaruddin dan Nasir pernah tercatat sebagai pemegang saham dan komisarisnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.