Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biaya Mobil Mewah Lebih Baik untuk TNI di Natuna

Kompas.com - 04/02/2010, 20:37 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik UI Hermawan Sulistyo prihatin dengan beberapa pulau kecil di daerah terluar yang rentan direbut oleh negara tetangga, termasuk Blok Natuna. Seharusnya pemerintah memberikan perhatian kepada permasalahan yang lebih substansial dibanding mengurusi isu-isu yang ada.

Hermawan menilai pembelian mobil Toyota Crown Royal Saloon adalah pemborosan. Seharusnya pemerintah membangun infrastruktur dan menyejahterakan para tentara yang berjaga di daerah perbatasan tersebut. "Untuk mobil saja Rp 200 miliar, bayangkan itu bisa untuk menggaji 5-10 tahun seluruh tentara di Natuna," kata Hermawan Sulistyo dalam acara peluncuran buku Natuna Kapal Induk Amerika di Galeri Cafe, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Kamis (4/2/2010).

Ia menilai, sesuatu yang miris terjadi jika Indonesia yang kaya dengan alamnya, tetapi prajurit di perbatasan justru tidak sejahtera. Kenaikan tunjangan bagi para prajurit di wilayah perbatasan dinilai belum cukup memenuhi kebutuhan para prajurit di wilayah terpencil. "Paling mereka dapat Rp 1,5 sampai Rp 2 juta. Minimal harus Rp 5 juta, bagi prajurit dengan pangkat terendah tidak boleh kurang dari Rp 3 juta," terangnya.

Dia menilai, hingga saat ini pemerintah belum menunjukkan political will untuk membenahi wilayah perbatasan. Baru sebatas retorika belaka di media massa. "Jika berkeliling di perbatasan bisa dilihat tidak ada realisasinya sama sekali," cetusnya.

Apalagi, di tengah dana APBN yang selalu defisit, justru pemerintah menaikkan gaji para pejabat tinggi. Pemerintah cenderung menaikkan gaji pejabat dibanding menaikkan gaji tentara di perbatasan," ujarnya.

Penulis buku Peter A Rohi menyatakan, posisi Natuna yang sangat dekat wilayah Spratly dan dikelilingi enam negara adalah sangat strategis. Karena itu, tak heran kapal-kapal armada ke-7 Amerika Serikat (AS) yang berpangkalan di Yokosuka, Jepang, rajin bermanuver mendekati Natuna. Terakhir 8 Juni 2009 lalu, kapal induk AS kembali merapat dan berhasil digiring oleh TNI.

Selain posisinya yang strategis, Natuna juga memiliki kekayaan gas yang melimpah dengan potensi devisa 25 miliar dollar AS per tahun atau sekitar Rp 225 triliun per tahun. Karena itu, banyak negara yang melirik Natuna. "Hasil riset menyebutkan, hingga tahun 2003 pemintaan gas akan meningkat tajam di kawasan Asia, khususnya China," kata Peter.

Peter yang pernah bergabung di KKO (sekarang Marinir) dan bertugas di Natuna mengungkapkan, Natuna pernah dilirik jadi area latihan perang oleh Singapura dan AS. Untungnya Bupati Natuna Daeng Rusnadi (sekarang tahanan KPK) dan masyarakatnya menolak. "Meski pemerintah pusat waktu itu sudah mengizinkan. Dan bahkan PM Singapura sudah ada di Jakarta," ujarnya.

Ia melihat sistem pertahanan Indonesia untuk daerah perbatasan termasuk Natuna masih tumpang tindih. Ia mengimbau seluruh kemananan dan pertahanan di wilayah Natuna diserahkan sepenuhnya kepada Angkatan Laut.

Pemerintah juga harus punya suatu konsep pertahanan wilayah Natuna dengan mengedepankan masyarakat sekitar Natuna sebagai tameng pertahanan pertama. Tentu saja peran tersebut dibangun dengan menyejahterakan masyarakat di sana sebelumnya. Dengan begitu, ada kesadaran masyarakat untuk memerhatikan setiap pergerakan kapal-kapal asing. "Mereka harus dijadikan tameng pertama. Makanya kesejahteraan rakyat di sana juga harus diperhatikan," tegas Peter.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com