Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rokok, "Ngelem", Minuman, dan "Kecrekan" Beras

Kompas.com - 12/01/2010, 08:42 WIB

Obyek eksploitasi

Di panti sosial, kehidupan anak jalanan tidak selalu terjamin. Mamat ingat, seorang anak jalanan yang berusia lebih tua darinya sempat menyuruhnya membuka celana.

”Dia mau sodomi saya. Saya teriak sampai petugas panti datang menolong saya,” katanya.

Seorang kawan Mamat tidak berani berteriak. Jadilah ia korban pelampiasan nafsu anak jalanan yang lebih dewasa.

Umpatan juga menjadi bagian dari kehidupan anak jalanan. Entah meluapkan emosi atau sekadar bercanda.

”Dasar kurang ajar, binatang!” teriak Entong (8) yang beroperasi di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Makian itu disusul tawa lepas si bocah yang dibalas dengan makian juga oleh Santi. Santi adalah koordinator pengemis yang juga bos Entong.

Entong dibawa Santi mengemis sejak bocah itu berumur dua bulan. Bayi-bayi itu diupah Rp 5.000 per hari. Upah dibayarkan ke ibu mereka yang rata-rata juga menggelandang di jalanan atau ke orang-orang yang ”memiliki” bayi entah dengan cara apa.

Lain lagi cerita Siti Silvianti (15). Remaja asal Cikarang, Bekasi Utara, itu kabur dari rumah lantaran disiksa ibu tirinya. Polisi kemudian mengirim Siti ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta, agar remaja putri itu diobati dan dirawat.

”Ketika ditemukan polisi, anak itu lemas kelaparan,” kata Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi Kabupaten Komisaris Besar Herri Wibowo.

Beruntung, Siti diselamatkan. Sebagian bocah yang telanjur terbuang ke jalanan tumbuh buta huruf dan tetap miskin meski setiap hari ratusan ribu mungkin mereka hasilkan dengan berbagai cara di jalanan.

Kehidupan anak jalanan jarang masuk dalam radar kepedulian kita. Padahal, hingga 2008, berdasarkan catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak, di DKI Jakarta saja ada 15.000 anak jalanan. Namun, hanya jika terjadi kasus besar, seperti mutilasi di Cakung, barulah pandangan orang mengarah kepada kehidupan anak jalanan.

Ketua Program Studi Doktor Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Hamdi Muluk mengatakan, ”Akarnya adalah kemiskinan. Kalau sebuah keluarga cukup secara ekonomi, sekolah anak pasti diperhatikan. Namun, jika orangtuanya susah makan, tidak ada pekerjaan, pendidikan rendah, nasib anak jelas telantar. Nilai-nilai kebaikan ideal dalam keluarga tidak akan didapat anak-anak itu.”

Anak jalanan dengan perilaku negatif serta berbagai eksploitasi yang dialaminya, kata Hamdi, hanya dampak sistemik program pengentasan kemiskinan yang tak menyentuh akar persoalannya. (COK/ONG/ART/NEL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com