Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Loyal kepada Bangsa, Jabatan di Partai Seharusnya Dilepas

Kompas.com - 23/10/2009, 05:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta para menteri, anggota Kabinet Indonesia Bersatu II, untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan partai politik, kelompok, atau golongan.

Presiden mengemukakan hal itu seusai melantik 34 menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu II di Istana Negara, Jakarta, Kamis (22/10). Dalam periode kedua pemerintahan Yudhoyono ini, kali ini bersama Wakil Presiden Boediono, sebanyak 19 dari 34 menteri berasal dari partai politik.

Di antara mereka bahkan ada ketua umum parpol, yaitu Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali yang menjadi Menteri Agama.

”Dari mana pun Saudara berasal, termasuk dari partai politik mana pun, saya berharap letakkanlah kepentingan pemerintah, bangsa, dan negara di atas kepentingan partai politik, kelompok, ataupun golongan. Jangan dibalik,” ujar Yudhoyono.

Presiden juga mengingatkan, pemerintah menganut sistem kabinet presidensial. Karena itu, dalam hubungan kerja pemerintahan, loyalitas dan pertanggungjawaban anggota kabinet harus diberikan kepada Presiden. ”Presiden adalah nakhoda. Loyalitas dan garis pertanggungjawaban Saudara adalah kepada Presiden, bukan kepada pemimpin partai politik,” ujarnya.

Terkait perangkapan jabatan anggota kabinet dan pengurus parpol, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengatakan, Presiden masih melihat dan mengevaluasi laporan setiap departemen yang dipimpin menteri dari parpol itu.

Konflik kepentingan

Secara terpisah, pengamat politik Sukardi Rinakit mengemukakan, menteri yang masih duduk di jabatan formal partai politik bisa lebih mengemukakan kepentingan parpol daripada kepentingan departemen, bangsa, atau negara, apalagi saat-saat menjelang pemilu. ”Departemen yang dia pimpin bisa menjadi perpanjangan tangan parpol,” katanya.

Cendekiawan Azyumardi Azra menegaskan, apabila jabatan pada partai dan posisi sebagai menteri masih dipegang bersamaan, akan timbul konflik kepentingan. ”Hal ini kemudian berpotensi memengaruhi keutuhan kabinet,” kata mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, itu.

Azyumardi mengkhawatirkan menteri yang juga pemimpin parpol akan menegur kader partainya di legislatif yang menentang kebijakan pemerintah. Akibatnya, anggota DPR tak maksimal menjalankan fungsi pengawasan, legislasi, dan penganggaran. ”Prinsip pengawasan dan keseimbangan kekuasaan dalam berdemokrasi pun pada akhirnya terancam mati,” katanya.

Menteri yang masih memegang jabatannya di partai, misalnya sebagai ketua umum, ujar peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indria Samego, adalah kejadian yang menyedihkan. Ia berharap ada perundang-undangan yang mengatur pemimpin partai tidak boleh menjadi pejabat publik.

Tidak dilarang

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, yang juga Wakil Ketua Majelis Pertimbangan Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN), menyatakan, hingga saat ini Presiden tidak melarang adanya rangkap jabatan antara menteri dan jabatan parpol.

”Tadi juga disampaikan oleh Presiden, yang paling penting adalah yang bersangkutan tahu di mana loyalitasnya, dengan tempat di mana dia harus berkonsentrasi bekerja penuh untuk kepentingan bangsa dan negara selama menjabat dan bertugas sebagai menteri, juga sebagai anggota parpol,” katanya.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, yang juga Ketua DPP PAN, menambahkan, ”Selama tidak ada larangan, kami akan tetap menjalankan perangkapan jabatan itu, tetapi yang jelas kami mengutamakan kepentingan bangsa.”

Muhaimin menandaskan pula, ”Saya jalan terus. Hanya pendelegasian tugas saja yang harus diatur. Ketua umum tetap dijalankan. Jadi, boleh saja sampai Muktamar PKB tahun 2013.”

Pendapat yang sama diutarakan Suryadharma. ”Betul, hingga kini saya masih merangkap. Saya jadi Ketua Umum PPP, kan, setelah menjadi menteri,” paparnya.

Ketua Bidang Kemahasiswaan dan Lembaga Swadaya Masyarakat DPP Partai Golkar Fadel Muhammad, yang dilantik menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, mengatakan, ia dapat tetap bekerja di kabinet tanpa harus melepaskan jabatan di parpol. ”Selama tidak mengganggu kerja di kabinet sih enggak apa-apa,” ujarnya.

Meski demikian, Fadel mengaku akan membicarakan masalah kepengurusannya di partai itu dengan Presiden Yudhoyono maupun dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dan DPP Golkar. Ia mengakui, tetap terdapat kemungkinan suatu ketika terjadi gesekan atau potensi konflik antara kepentingan partai dan pemerintah.

”Mudah-mudahan tidak terjadi. Tetapi, itu bisa saja, pada saat seperti itu kami akan berusaha mendamaikan, mencari kompromi agar tidak terjadi konflik antara pemerintah dan partai,” ujarnya.

Fadel menambahkan, di bawah kepemimpinan Aburizal saat ini, Golkar akan lebih sejalan dengan pemerintah.

Harus melepaskan

Sejauh ini baru Partai Demokrat dan PKS yang sepakat dengan pengaturan rangkap jabatan menteri dan parpol. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh, yang merangkap juga Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan DPP Partai Demokrat, mengakui partainya memiliki aturan tidak tertulis yang disepakati bersama tentang hal itu. ”Kami akan mengacu pada aturan yang dimaksud, yaitu harus melepas. Aturan itu memang tidak tertulis,” katanya.

Selain enam pengurus Partai Demokrat yang kini menjadi menteri, Presiden Yudhoyono kini menjabat ketua dewan pembina partai yang didirikannya itu pula.

Tifatul Sembiring lebih tegas lagi mengatakan, agar tidak terjadi perbenturan kepentingan, parpol mewajibkan pelepasan rangkap jabatan pengurus partai dengan jabatan publik. Di PKS, jika ada pengurus partai yang terpilih menjadi pejabat publik, jabatan di parpol itu harus dilepaskan.

”Dengan demikian, seperti saya, Anis Matta yang kini menjadi Wakil Ketua DPR, Suharna Surapranata (Menteri Negara Riset dan Teknologi), dan Suswono yang menjadi Menteri Pertanian, harus mengundurkan diri,” ujar Tifatul. (ADH/EDN/DAY/HAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com