Sedianya, gugatan dengan nomor perkara 29/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL digelar hari ini, namun KPK sebagai pihak termohon mengirimkan surat permintaan penundaan sidang selama 3 pekan.
Kuasa Hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona pun protes atas permintaan KPK yang mengulur waktu persidangan terlalu lama.
"Terkait dengan permohonan KPK, menurut kami KPK ini kan suatu lembaga yang sangat kuat kalau KPK meminta waktu tiga minggu untuk koordinasi, administrasi, menyiapkan jawaban, ini sungguh aneh," kata Petrus dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin (10/4/2023).
Petrus menjelaskan, penolakan terhadap permohonan KPK didasari atas beberapa pertimbangan.
Misalnya, libur nasional perayaan Idul Fitri yang akan digelar sejak 19 April 2023. Jika ditunda 3 pekan maka sidang ini akan digelar setelah lebaran.
Sementara, waktu penahanan Lukas Enembe oleh KPK bakal segera berakhir.
"Maka itu kami menolak permohonan selama tiga minggu, kalau bisa hanya ditunda tiga hari," kata Petrus.
Atas keberatan tersebut, Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan Hendra Utama Sutardodo pun mengabulkan permohonan KPK hanya satu pekan. Sidang gugatan Lukas Enembe terhadap KPK bakal kembali digelar pada Senin (17/4/2023) pekan depan.
"Baik ya, kita tunda seminggu, tanggal 17 April 2023 memanggil termohon KPK," kata hakim Hendra seraya mengetuk palu sidang.
Adapun gugatan yang didaftarkan Lukas Enembe pada Rabu (29/3/2023) lalu ini diajukan terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka oleh KPK.
Dalam petitumnya, Lukas Enembe meminta hakim tunggal praperadilan PN Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili gugatannya menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan yang diajukan untuk seluruhnya.
Gubernur nonaktif Papua ini juga meminta hakim menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/ 81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 yang menetapkan dirinya sebagai tersangka oleh KPK tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
Diketahui, Lukas Enembe dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka yang dilakukan oleh termohon dengan berdasar pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum,” demikian bunyi petitum tersebut.
Hakim tunggal praperadilan juga diminta menyatakan bahwa segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh lembaga antikorupsi itu yang berkaitan dengan penetapan tersangka, penahanan, penahanan lanjutan, dan penyidikan terhadap diri Lukas Enembe tidak sah.
“Memerintahkan termohon untuk mengeluarkan perintah penahanan dengan penempatan pemohon pada Rumah/Rumah Sakit dan atau Penahanan Kota dengan segala akibat hukumnya,” tulis petitum Lukas Enembe.
Dalam petitumnya, hakim PN Jakarta Selatan juga diminta membuat penetapan dan memerintahkan KPK untuk mengeluarkan Gubernur nonaktif Papua itu dari tahanan.
Lukas Enembe juga meminta putusan praperadilan dapat memulihkan kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya.
Seperti diketahui, Lukas telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi pada September 2022 lalu.
Ia diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka sebesar Rp 1 miliar untuk memilih perusahaan konstruksi itu sebagai pemenang lelang tiga proyek multiyears di Papua.
Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 50 miliar terkait dengan jabatannya sebagai gubernur.
https://nasional.kompas.com/read/2023/04/10/12052071/sidang-praperadilan-lukas-enembe-lawan-penetapan-tersangka-kpk-ditunda