JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen (Purn) Benny Mamoto mengungkap kesaksian Ferdy Sambo dalam sidang Komisi Kode Etik Kepolisian (KKEP) untuk Bharada E atau Richard Eliezer yang digelar Rabu (22/2/2023).
Lewat keterangan tertulis yang dibacakan dalam sidang, kata Benny, Sambo bersikukuh mengaku tak memerintahkan Richard menembak Yosua, melainkan "hanya" menghajar.
"Ada beberapa di antaranya masalah hajar dan tembak," kata Benny dalam tayangan Satu Meja Kompas TV, dikutip Kamis (23/2/2023).
Dalam pernyataannya, Sambo juga menyebut bahwa keterangan Richard soal dirinya ikut menembak Yosua tidak benar.
Namun, dalam persidangan, keterangan Sambo tersebut dibantah oleh Richard. Pada pokoknya, Richard menegaskan bahwa dirinya menembak Yosua atas perintah Sambo.
Setelahnya, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu menembak Yosua dan menembakkan pistol ke dinding untuk menciptakan narasi baku tembak antara Richard dengan Yosua.
"Dia (Richard Eliezer) menjelaskan bagaimana Sambo menembak juga dan bagaimana Sambo merekayasa tembakan yang ada di dinding itu disampaikan," ujar Benny.
Benny juga mengatakan, Polri telah mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan untuk mempertahankan Richard di kepolisian.
Hal yang dianggap meringankan di antaranya, Richard sebelumnya tidak pernah dihukum pidana. Pengabdiannya di kepolisian juga dinilai sebagai hal meringankan.
Paling penting, kejujuran Richard membuka kasus pembunuhan Brigadir J dianggap telah menguntungkan Polri.
"Eliezer bisa menunjukkan kepada semua pihak di mana dia justru menyelamatkan institusi Polri dengan pengakuan yang jujur," kata Benny.
"Bayangkan kalau dia tetap bungkam, kasus ini akan terus jadi bola liar dan sampai kapan kita tidak tahu," lanjutnya.
Sebelumnya diberitakan, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri memutuskan tidak memecat Bharada E atau Richard Eliezer dalam sidang etik yang digelar Rabu (22/2/2023).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J itu mendapat sanksi etika dan demosi selama 1 tahun.
Ramadhan menambahkan, selama masa demosi, Richard Eliezer ditempatkan di satuan Pelayanan Mabes (Yanma) Polri.
"Demosi di fungsi Yanma. Jadi dalam masa 1 tahun yang bersangkutan ditempatkan di tamtama Yanma Polri," ujar Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu sore.
Menurut Ramadhan, Richard menerima hasil putusan sidang etik dan tidak mengajukan banding.
Adapun dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, Richard divonis pidana penjara 1 tahun 6 bulan.
Vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) itu jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang memintanya dihukum pidana penjara 12 tahun.
Atas vonis ringan tersebut, Kejaksaan Agung menyatakan tidak banding. Artinya, putusan hukuman terhadap Richard sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Dalam kasus yang sama, Majelis Hakim PN Jaksel menjatuhkan vonis mati terhadap Ferdy Sambo. Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta supaya mantan perwira tinggi Polri itu dihukum penjara seumur hidup.
Hakim juga telah menjatuhkan vonis terhadap Putri Candrawathi berupa pidana penjara 20 tahun. Vonis ini juga lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta agar istri Ferdy Sambo tersebut dipenjara 8 tahun.
Terdakwa lain yakni Kuat Ma'ruf divonis 15 tahun penjara. Hukuman ART Ferdy Sambo itu lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni 8 tahun penjara.
Kemudian, vonis 13 tahun pidana penjara dijatuhkan terhadap Ricky Rizal. Sebelumnya, jaksa meminta hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara terhadap mantan ajudan Ferdy Sambo tersebut.
Atas vonis hakim itu, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf mengajukan banding. Banding juga diajukan oleh Kejaksaan Agung.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/23/13500021/di-sidang-etik-richard-eliezer-ferdy-sambo-tetap-mengaku-hanya-perintahkan