Hal ini diungkapkan anggota Badan Pengkajian MPR RI, Sodik Mujahid, saat ditanya soal wacana pilkada asimetris dan pemilihan legislatif (pileg) dengan sistem proporsional tertutup.
"Tidak mustahil ada penyatuan lagi ya," kata Sodik kepada wartawan di kantor Bawaslu RI, Kamis (22/9/2022).
"Tetap bisa juga (digabung) apalagi sekarang sedang tren juga omnibus law, (undang-undang tentang) pendidikan digabung, kemudian kemarin (undang-undang tentang) tenaga kerja, itu tidak mustahil," imbuhnya.
Sebagai informasi, dalam pilkada asimetris, maka ada beberapa kepala daerah yang dipilih secara tidak langsung oleh rakyat.
Sementara itu, dalam pileg proporsional tertutup, pemilih tidak mencoblos langsung calon anggota legislatifnya, melainkan mencoblos partai politik. Partai politik yang kemudian memilih kadernya untuk duduk di parlemen.
Untuk menerapkan keduanya, maka UU Pemilu dan UU Pilkada dinilai perlu diubah.
Karena perubahan ini perlu proses panjang, maka Sodik mengatakan, hampir mustahil penerapan dua model pemilu itu bisa dilakukan pada 2024, namun tak menutup kemungkinan bakal terjadi pada pemilu edisi berikutnya.
"Kemarin kan Undang-undang Pemilu tidak direvisi, padahal mungkin jika direvisi akan ada tadi ya pengaturan semacam ini (pilkada asimetris dan pileg proporsional tertutup)," kata Sodik.
"Hal yang penting itu bagi kami (ada) di DPR. Jika ada yang semacam itu, maka kami akan mengubahnya dalam undang-undang. Jadi apa yang Anda sampaikan tadi (penggabungan UU Pemilu dan Pilkada) sangat amat mungkin," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, usul mengadakan pilkada secara asimetris dan pileg proporsional tertutup kembali mengemuka setelah Badan Pengkajian MPR RI bertemu dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI kemarin.
Ketua Badan Pengkajian MPR RI, Djarot Syaiful Hidayat, berdalih bahwa perubahan model dua pemilu itu untuk menekan biaya politik dan demi efisiensi penyelenggaraan pemilu.
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/22/17353001/mpr-buka-peluang-uu-pemilu-dan-pilkada-digabung-jadi-omnibus-law-demi