Salin Artikel

Deretan Alasan ACT soal Dugaan Penyimpangan Dana Sumbangan

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi sorotan masyarakat karena dugaan penyelewengan pengelolaan dana sumbangan yang dikumpulkan dari masyarakat.

Dugaan itu terungkap melalui laporan utama majalah Tempo yang terbit pada Senin (4/7/2022) dengan judul "Kantong Bocor Dana Umat".

Menurut laporan majalah Tempo, ACT diduga tidak cermat dalam mengelola dana sumbangan yang dihimpun dari masyarakat dan diduga sebagian dinikmati oleh para petingginya.

Dalam laporan itu, sang mantan Presiden ACT Ahyudin ditengarai mendapat gaji hingga Rp 250 juta dalam satu bulan dari hasil mengelola sumbangan. Selain itu, dia mendapatkan sejumlah fasilitas penunjang berupa mobil mewah seperti Toyota Alphard.

Selain itu, dalam laporan itu terkuak diduga para petinggi ACT melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.

Ibnu Khajar yang saat ini menjabat Presiden ACT menggantikan Ahyudin yang mengundurkan diri tak secara tegas membantah tetapi juga tidak membenarkan terkait laporan majalah Tempo.

Menurut Ibnu, sebagian laporan tersebut berisi kebenaran, sebagian berisi isu yang dia sendiri tidak tahu bersumber dari mana.

Akan tetapi, Ibnu tidak membantah terkait gaji ratusan juta rupiah yang pernah didapat petinggi ACT beserta mobil mewah untuk fasilitas operasional.

Pada intinya, Ibnu menyebut laporan tingkah pola para petinggi ACT yang hidup mewah dengan uang donasi itu sudah mengalami perbaikan atau evaluasi sejak dia menjabat sebagai pimpinan tertinggi.

Berikut ini sejumlah jawaban ACT terkait skandal keuangan yang dilaporkan dalam majalah Tempo:

1. Bukan Lembaga Amal, ACT Akui Potong 13,7 Persen Donasi untuk Operasional

Dalam jumpa pers di kantor ACT di Menara 165, TB Simatupang, Jakarta Selatan, pada Senin (4/7/2022) malam, Ibnu mengakui ada pemotongan sebesar 13,7 persen dari total uang donasi yang diperoleh per tahunnya.

Pemotongan tersebut, kata Ibnu Khajar, digunakan untuk operasional, termasuk membayar gaji karyawan dan para petinggi ACT.

"Soal potongan dana kami sebutkan 13,7 persen. Jadi ACT ambil untuk operasional 13,7 persen," ucap Ibnu.

Persentase pemotongan itu terbilang besar jika mengacu kepada regulasi yang ada.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan yang menyebutkan potongan maksimal untuk donasi sosial hanya 10 persen. Sedangkan zakat, infak, dan sedekah maksimal 12,5 persen.

Ibnu beralasan, persentase pemotongan yang lebih besar dari aturan pemerintah dilakukan karena ACT bukan lembaga amal, melainkan lembaga kemanusiaan swadaya masyarakat.

Ibnu menjelaskan ACT bukan merupakan lembaga zakat infak dan sedekah yang memiliki aturan pemotongan 12,5 persen dan juga bukan lembaga pengumpul sumbangan melainkan organsiasi nirlaba alias NGO.

"Kami perlu sampaikan di forum ini bahwa ACT adalah lembaga kemanusiaan yang memiliki izin dari Kemensos, bukan lembaga amil zakat yang izinnya dari Baznas atau Kemenag. Jadi ini yang perlu kami sampaikan untuk memahami posisi lembaga Aksi Cepat Tanggap. ACT adalah NGO yang sudah berkiprah di 47 negara," ucap dia.

Dalam dokumen laporan keuangan ACT 2020 yang dipublikasikan lewat situs resmi ACT disebutkan total donasi di tahun itu mencapai Rp 519.354.229.464.

Artinya paling sedikit ACT memotong sebesar Rp 71,15 miliar untuk dana operasional mereka.

Donasi tersebut didapat dari 348.300 donatur dan disebar melalui 1.267.925 transaksi keuangan melalui 281.000 aksi kemanusiaan.

ACT mengeklaim program mereka menjangkau 8,7 jiwa di beberapa daerah termasuk daerah rawan konflik di luar negeri yang membutuhkan bantuan kemanusiaan.

2. Laporan keuangan sudah diaudit

Ibnu menyampaikan laporan keuangan ACT sudah diaudit dan mendapat opini tertinggi yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Proses Audit, kata Ibnu, dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Heliantono dan Rekan.

"ACT juga memiliki predikat WTP, termasuk dalam opini tata kelola keuangan terbaik yang diberikan oleh auditor Kantor Akuntan Publik (KAP) dari Kementerian Keuangan," ujar Ibnu saat konferensi pers di Menara 165 TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022).

Namun, dia memastikan kantor akuntan yang melakukan audit diganti secara rutin demi menjaga transparansi laporan keuangan.

"Tiap dua-tiga tahun sekali kita ganti KAP agar tidak (disangka) orang kongkalikong," papar dia. Ibnu kemudian menjabarkan pencapaian ACT di tahun 2020. Saat itu, ACT berhasil mengumpulkan donasi sebesar Rp 519 miliar.

Dari uang tersebut, ACT menyalurkan lewat 281.000 program aksi kemanusiaan yang diklaim berhasil dimanfaatkan untuk 8,5 juta orang.

3. Akui gaji petinggi ratusan juta

Ibnu juga membenarkan gaji petinggi ACT, khususnya jabatan presiden, mencapai Rp 250 juta per bulan.

Gaji dengan bilangan fantastis itu, kata Ibnu, diterapkan pada awal tahun 2021 lalu.

"Jadi kalau pertanyaan apa sempat berlaku (gaji Rp 250 juta), kami sempat memberlakukan di Januari 2021 tapi tidak berlaku permanen," kata Ibnu.

Namun, kebijakan gaji fantastis itu tidak bertahan lama sebab donasi yang masuk ke lembaga ini menurun.

Oleh karena itu, manajemen ACT menurunkan gaji pimpinan, termasuk karyawannya.

"September 2021 soal kondisi filantropi menurun secara signifikan sehingga kami meminta seluruh karyawan untuk berlapang dada mengurangi gaji karyawan," ujar dia.

Ibnu berujar, dirinya selaku pengganti presiden ACT sebelumnya mendapat gaji yang tidak sebesar yang diberitakan. Dia menyebutkan gaji yang diterima tidak lebih dari Rp 100 juta.

Menurut dia, jumlah tersebut cukup untuk pemimpin lembaga dengan karyawan mencapai 1.128 orang.

Selain itu, masalah fasilitas mewah seperti mobil operasional Alphard untuk para petinggi ACT juga sempat dibenarkan oleh Ibnu, sebelum akhirnya mengaku mobil itu dijual untuk keperluan program yang tersendat akibat kekurangan uang.

4. Ada konflik internal

Ibnu mengatakan, sebelum majalah Tempo menerbitkan laporan tentang ACT, lembaga itu sempat dirundung konflik internal.

Dia menuding Ahyudin yang sebelumnya menjabat sebagai Presiden ACT bersikap otoriter dalam menjalankan lembaga itu.

"Kalau teman-teman mengenal sosok beliau, kepemimpinannya gaya kepemimpinan yang one man show, cenderung otoriter," kata Ibnu.

Sikap otoriter Ahyudin tersebut, kata Ibnu, membuat organisasi ACT menjadi tidak nyaman.

Para petinggi ACT kemudian bersepakat untuk menyidang Ahyudin agar tidak berlaku otoriter saat memimpin lembaga donasi kemanusiaan itu. Namun, nasihat tersebut disambut dengan surat pengunduran diri Ahyudin dari organisasi ACT.

"Sehingga ini dari organisasi terjadi ketidaknyamanan sehingga sepakat dinasehati dan beliau memilih untuk memundurkan diri," ucap Ibnu.

Ahyudin sendiri sudah memimpin ACT selama 17 tahun. Kini dia mendirikan lembaga baru yang juga berkutat di bidang filantropi dengan nama Global Moeslim Charity.

Ibnu mengatakan, pengunduran diri Ahyudin berkaitan dengan beragam masalah yang timbul dalam internal ACT.

(Penulis : Singgih Wiryono | Editor : Sabrina Asril, Diamanty Meiliana)

https://nasional.kompas.com/read/2022/07/05/17463341/deretan-alasan-act-soal-dugaan-penyimpangan-dana-sumbangan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke