Salin Artikel

Desakan Tunda Belajar Tatap Muka Terbatas di Tengah Lonjakan Kasus Covid-19

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pihak mendesak pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas pada Juli mendatang ditunda. Pasalnya, kasus Covid-19 kian melonjak dan menembus 2 juta orang.

Penambahan kasus harian pada Senin (21/6/2021) mencapai 14.536 orang. Angka tersebut merupakan penambahan tertinggi sejak kasus Covid-19 pertama kali diumumkan pada 2 Maret 2020.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim tengah mempertimbangkan pelaksanaan PTM terbatas di tengah lonjakan kasus Covid-19.

Menurutnya, jika pemerintah daerah menjalankan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro, pelaksanaan PTM terbatas akan ditunda.

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengusulkan penundaan PTM terbatas dilakukan di Pulau Jawa dan daerah zona merah penularan Covid-19.

Huda menilai, kasus penularan Covid-19 akan makin meningkat jika PTM terbatas tetap dilaksanakan.

Sementara itu, PTM terbatas tetap bisa dilaksanakan di zona hijau dengan syarat kesepakatan dari orangtua hingga Satuan Tugas Penanganan Covid-19.

"Saya kira hampir pasti di Jawa, di Pulau Jawa, PTM tidak perlu dilaksanakan. Potensinya masih sangat besar ketika ada kenaikan tinggi kasus di Jawa," kata Huda saat dihubungi Kompas.com, Senin (21/6/2021).

Di sisi lain, Huda menyoroti target vaksinasi terhadap guru dan tenaga pendidik sebagai syarat digelarnya PTM terbatas.

Menurut dia, hingga kini vaksinasi tersebut justru belum terpenuhi, bahkan baru 20 persen dari progres yang berjalan.

"Apakah tetap terjadi PTM secara masif? Jawabannya hampir pasti tidak, karena vaksinasi itu baru 1,5 juta dari target tenaga pendidik dan guru yang divaksin itu 5,6 juta," tutur dia.

Huda berpandangan, Kemendikbud Ristek lebih banyak mengimbau dan sosialisasi terkait PTM terbatas, tetapi vaksinasi guru dan tenaga pendidik masih jauh dari sasaran.

"Imbauan Kemendikbud Ristek itu kadang enggak relevan dengan capaian vaksinasi guru dan tenaga pendidikan," kata Huda.

Huda menyayangkan angka vaksinasi terhadap guru dan tenaga pendidik yang belum sampai 50 persen dari target.

Ia menuturkan, jika melihat angka tersebut, artinya progres vaksinasi guru dan tenaga pendidik baru mencapai 20 persen.

"Jadi ini melenceng dari target sebenarnya. Imbauan Kemendikbud Ristek untuk buka PTM itu enggak relevan dengan progres vaksinasi guru dan tenaga pendidik yang baru mencapai 20 persen," tegas Huda.

Keputusan Satgas Covid-19

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih. Ia mengatakan, PTM terbatas sebaiknya tidak dilakukan untuk daerah yang berada di luar zona hijau.

Sebaliknya, untuk daerah zona hijau bisa tetap dilaksanakan, tetapi harus berdasarkan kesepakatan pemangku kepentingan.

"Zona hijau tak masalah kalau diselenggarakan PTM, bila semua pemangku sepakat. Tapi, zona lain sebaiknya jangan (PTM terbatas)," kata Fikri saat dihubungi Kompas.com, Senin (21/6/2021).

Fikri mengingatkan, keputusan apakah PTM terbatas tetap dilaksanakan atau tidak harus diambil dengan mempertimbangkan pendapat banyak pihak.

"Karena itu, menurut saya, semua keputusan apakah PTM atau pembelajaran jarak jauh (PJJ), sebaiknya melibatkan semua pemangku kepentingan," ujarnya.

Meski pemda memiliki wewenang untuk memutuskan, hendaknya keputusan tersebut melibatkan beberapa pihak di daerah.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyebut beberapa pihak yang perlu dilibatkan di antaranya Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Dewan Pendidikan Sekolah, dan Komite Sekolah.

"Lalu juga orangtua karena andai orangtua siswa tidak memperbolehkan, maka tetap tidak boleh dipaksakan PTM," ucapnya.

Keputusan akhir untuk menunda PTM terbatas atau tidak, kata dia, ada pada Gugus Tugas Covid-19 atau Satgas Penanganan Covid-19 daerah.

Oleh karena itu, jika pada akhirnya daerah memutuskan untuk menunda PTM terbatas, Kemendikbud Ristek perlu mengikuti kebijakan tersebut.

"Bagaimanapun semua keputusan kementerian sektoral harus mengikuti kebijakan Gugus Tugas Covid-19. Tentu Kemendikbud Ristek harus mengikuti keputusan mereka," kata Fikri.

Tetap belajar di rumah

Penundaan PTM terbatas juga disarankan oleh ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Iwan Ariawan. Iwan menekankan, Indonesia tengah mengalami peningkatan kasus Covid-19 yang signifikan.

"Kalau menurut saya, enggak setuju sekolah dibuka," ujar Iwan kepada Kompas.com, Jumat (18/6/2021).

Menurut dia, kebijakan pembukaan sekolah di masa pandemi yang direncanakan pemerintah harus disesuaikan dengan kondisi Covid-19 di Indonesia.

Untuk itu, menurutnya, saat ini pilihan terbaik adalah tetap belajar dari rumah.

"Kebijakan itu kan harus disesuaikan dengan kondisi saat ini. Menurut saya, kondisi lagi naik gini jangan dulu sekolah offline. Tetap online," kata dia.

Iwan menegaskan, pemerintah tentu boleh membuka sekolah tatap muka terbatas apabila kondisi sudah memungkinkan. Pembukaan sekolah perlu dilakukan secara bertahap.

"Kita lihat kondisinya kalau udah bisa dibuka nanti, ya kita buka bertahap. Kalau sekarang enggak dulu," tutur dia.

Meski guru sudah divaksinasi, kata Iwan, bukan jaminan sekolah tatap muka aman digelar. Hal tersebut masih tetap membahayakan anak-anak karena mereka belum mendapatkan vaksin.

"Guru oke sudah divaksin. Muridnya kan belum. Anak-anak kan belum. BPOM belum memberikan izin anak untuk divaksin," kata Iwan.

Senada dengan hal itu, epidemiolog Tri Yunis Miko Wahyono menambahkan, pembukaan sekolah ditunda hingga uji coba vaksin Sinovac pada anak selesai dilakukan.

"Jangan membiarkan generasi muda kita terkena infeksi. Tunggu. Apalagi anak Indonesia udah banyak kasusnya. Itu belum dilepas sekolah. Kalau nanti sekolah dibuka akan makin banyak lagi," kata dia.

Sementara itu, pakar epidemiologi Universitas Airlangga (Unair), Windhu Purnomo menyarankan PTM terbatas hendaknya ditinjau ulang.

Ia menuturkan, ketika PTM terbatas akan ada mobilitas tinggi yang dilakukan para siswa. Mobilitas itu tidak terkontrol dan dapat menyebabkan risiko tinggi tertular virus.

"Jadi kalau nekat membuka PTM terbatas, kita memang sengaja membuat siswa bergerak ke sekolah. Di sekolah berinteraksi dengan orang lain dan paling berbahaya, perjalanan dari rumah ke sekolah kemudian pulang dari sekolah menuju rumah. Itu risiko tinggi," ucap dia, dikutip dari laman Unair, Sabtu (19/6/2021).

Selain itu, kegiatan siswa yang berkumpul juga memiliki risiko. Seperti kebiasaan siswa yang kerap pulang beramai-ramai dan singgah ke suatu tempat dinilai riskan terhadap penularan virus.

Terlebih bagi siswa yang menggunakan kendaraan umum sebagai alat transportasi.

Windhu menilai, PTM terbatas bukan sekadar anak-anak dan sekolah melainkan juga mobilitas anak di luar sekolah. Selain itu juga menyangkut tentang imunitas anak dan lingkungan sekitar.

"Anak-anak usia di bawah 18 tahun itu relatif imunitasnya baik. Kecuali mereka punya komorbid itu yang bisa meninggal ketika dia tertular yang punya kelainan bawaan saat lahir dan seterusnya," jelas dia.

https://nasional.kompas.com/read/2021/06/22/09401981/desakan-tunda-belajar-tatap-muka-terbatas-di-tengah-lonjakan-kasus-covid-19

Terkini Lainnya

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

Nasional
Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Nasional
Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Nasional
Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke