Salin Artikel

Pemerintah Bentuk Tim Pembahasan Rencana Revisi UU ITE

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah membentuk dua tim untuk merespons polemik Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Regulasi itu dinilai memuat pasal karet atau multitafsir.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, satu tim dibentuk untuk membahas rencana revisi UU ITE.

Pasalnya, sejumlah pihak mendorong pemerintah dan DPR merevisi pasal-pasal yang dianggap mengancam demokrasi.

"Tim revisi atau tim rencana revisi UU ITE, karena kan ada gugatan, katanya UU ini mengandung pasal karet, diskriminatif, membahayakan demokrasi. Nah, Presiden mengatakan silakan didiskusikan kemungkinan revisi itu," ujar Mahfud dalam keterangan pers melalui video, Jumat (19/2/2021.

Menurut Mahfud, tim rencana revisi UU ITE ini akan membahas pasal-pasal yang dianggap multitafsir bersama komponen masyarakat.

Pemerintah akan mengundang pakar hukum, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), pakar, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga kelompok gerakan pro-demokrasi.

"(Semua) akan didengar untuk mendiskusikan, benar tidak ini perlu revisi," kata Mahfud.

Selain itu, pemerintah juga membentuk tim untuk menyusun interpretasi atas pasal-pasal yang selama ini dianggap multitafsir.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate akan bertanggung jawab mengenai pembahasan dalam tim tersebut.

"Itu nanti akan dilakukan oleh Kemenkominfo, Pak Johnny Plate nanti bersama timnya, tetapi juga bergabung dengan kementerian lain di bawah koordinasi Polhukam untuk menyerap itu," ucap Mahfud.

Wacana revisi UU ITE pertama kali dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo. Ia mengaku bakal meminta DPR memperbaiki UU tersebut jika implementasinya tak memberikan rasa keadilan.

Menurut Jokowi, hulu persoalan dari UU ini adalah pasal-pasal karet atau yang berpotensi diterjemahkan secara multitafsir.

Jika revisi UU ITE dilakukan, Jokowi akan meminta DPR menghapus pasal-pasal tersebut.

"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ujar Jokowi.

Langkah yang Harus Dilakukan

Sebelumnya, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia ( Formappi) mendorong pemerintah untuk memasukkan revisi UU ITE ke daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.

Menurut Lucius, hal tersebut mesti dilakukan jika Presiden Joko Widodo benar-benar serius ingin merevisi UU ITE.

"Jika Presiden memang benar mau merevisi UU ITE, maka langkah prosedural yang penting adalah memerintahkan Menkumham agar membicarakan lagi bersama DPR dan DPD untuk menambah Revisi UU ITE dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021," kata Lucius, saat dihubungi, Rabu (17/2/2021).

Lucius menuturkan, peluang untuk merevisi UU ITE pada tahun ini masih terbuka. Sebab, DPR belum mengesahkan daftar 33 rancangan undang-undang (RUU) yang sudah disepakati dalam Prolegnas Prioritas.

Lucius mengatakan, daftar Prolegnas Prioritas pun dapat dievaluasi di pertengahan jalan jika ada kebutuhan RUU tertentu yang dianggap mendesak.

"Oleh karena itu bukan berarti tak ada kemungkinan melakukan revisi UU ITE di tahun ini," ujar Lucius.

Lucius menambahkan, peluang revisi makin terbuka mengingat mayoritas fraksi di DPR dan Pemerintah sepakat untuk mengeluarkan RUU Pemilu dari daftar Prolegnas Prioritas 2021.

"Ini bisa jadi peluang jika pemerintah menginginkan jatah revisi UU Pemilu diganti dengan revisi UU ITE," kata dia.

Saat ini revisi UU ITE masuk daftar 248 RUU Prolegnas 2020-2024. Hal itu menandakan ada agenda nasional untuk merevisi UU tersebut.

Namun jika revisi UU ITE dianggap mendesak, maka regulasi itu harus masuk Prolegnas Prioritas.

"Presiden mesti memastikan revisi UU ITE menjadi 1 dari 33 RUU Prioritas yang disepakati antara DPR, Pemerintah, dan DPD," kata Lucius.

Pasal multitafsir

Berdasarkan catatan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) setidaknya ada dua pasal dalam UU ITE yang dianggap multitafsir, yakni Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (2).

Pasal 27 ayat (1) melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Frasa "melanggar kesusilaan" dinilai memiliki konteks dan batasan yang tidak jelas.

Terkait Pasal 28 ayat (2), ICJR menilai pasal ini tidak dirumuskan sesuai dengan tujuan awal perumusan tindak pidana tentang propaganda kebencian.

Pasal itu memuat larangan bagi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pada praktiknya, pasal tersebut justru menyasar kelompok dan individu yang mengkritik institusi dan penyampaian ekspresi yang sah.

https://nasional.kompas.com/read/2021/02/19/21284261/pemerintah-bentuk-tim-pembahasan-rencana-revisi-uu-ite

Terkini Lainnya

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

Nasional
Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Nasional
Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Nasional
Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Nasional
Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke