Salin Artikel

Urgensi Pengesahan RUU PKS, dari Upaya Pencegahan hingga Pemulihan Korban

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis perempuan dan pegiat hak asasi manusia (HAM) Rotua Valentina Sagala mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) harus segera disahkan sebagai instrumen pencegahan tindakan kekerasan seksual.

Menurut Valentina, berbagai lini aktivitas masyarakat kini dibayangi kemungkinan terjadinya kasus kekerasan seksual.

“Jadi kalau kita bicara pencegahan, banyak pemberitaan dari teman-teman jurnalis, beberapa waktu lalu misalnya terkait kampus, ternyata banyak sekali kekerasan seksual di situ, atau unit-unit pendidikan lainnya,” ujar Valentina dalam media briefing secara daring terkait pentingnya RUU PKS, Senin (16/11/2020).

“Kita belum berbicara lagi di unit kesehatan, dulu sempat beredar beberapa kasus yang viral  terkait dengan tenaga kesehatan ke pasien misalnya yang melakukan pelecehan seksual,” imbuh dia.

Oleh sebab itu, Valentina menuturkan, negara harus memastikan adanya upanya pencegahan melalui pengesahan RUU PKS. 

Ia juga menilai RUU tersebut memastikan korban kekerasan seksual dipulihkan dengan proses yang berperspektif pada HAM. Kemudian, terdapat ketentuan mengenai rehabilitasi khusus terhadap pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya.

“Jadi saya pikir, jangan menunggu korban berjatuhan," ucap Valentina.

Valentina menambahkan, pengesahan RUU PKS juga diperlukan untuk mengatasi adanya kekosongan hukum.

Ia menuturkan, ada sejumlah kasus selama ini tidak bisa diproses secara hukum karena tidak adanya ketentuan yang mengatur. Misalnya, terkait kekerasan seksual pada tindak pidana perdagangan orang, eksploitasi dan pemaksaan aborsi.

“Padahal, kasusnya jelas-jelas nyata banyak dihadapi perempuan, itulah yang jadi kekosongan hukum,” ucap Valentina.

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR dalam rapat evaluasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sepakat menarik sejumlah RUU.

Ada 16 RUU yang ditarik dari Prolegnas Prioritas Tahun 2020, empat RUU tambahan dari DPR dan pemerintah, serta dua RUU yang diganti dengan RUU yang lain.

"Mengurangi 16 Rancangan Undang-Undang dari Prolegnas prioritas tahun 2020," kata Ketua Baleg Supratman Andi Agtas saat membacakan kesimpulan rapat, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/7/2020).

Salah satu RUU yang ditarik dari Prolegnas Prioritas, yakni RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Usulan penarikan ini sebelumnya diajukan oleh Komisi VIII. Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mengatakan, pembahasan RUU PKS saat ini sulit dilakukan.

“Kami menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Karena pembahasannya agak sulit," ujar Marwan dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (30/6/2020).

Ia menjelaskan, kesulitan yang dimaksud dikarenakan lobi-lobi fraksi dengan seluruh fraksi di Komisi VIII menemui jalan buntu.

Marwan mengatakan, sejak periode lalu pembahasan RUU PKS masih terbentur soal judul dan definisi kekerasan seksual. Selain itu, aturan mengenai pemidanaan masih menjadi perdebatan.

https://nasional.kompas.com/read/2020/11/16/20105611/urgensi-pengesahan-ruu-pks-dari-upaya-pencegahan-hingga-pemulihan-korban

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke