Seperti diketahui, Djoko Tjandra yang berstatus buron Kejaksaan Agung, mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 8 Juni 2020.
Fickar menduga, pengadilan menganggap pemohon PK bukan seorang buron karena dapat hadir secara langsung ke pengadilan.
"Pengadilan sendiri pasti berpikir bahwa orang yang datang mengajukan PK bukanlah buronan karena dia bisa datang ke pengadilan," kata Fickar ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (7/7/2020).
"Karena itu dalam konteks ini pengadilan tidak dapat dipersalahkan karena tidak jelasnya 'status buronan' ini," ujar dia.
Ia menuturkan, permohonan PK harus dihadiri oleh terpidana atau ahli warisnya secara langsung.
Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana tertanggal 28 Juni 2012.
Dalam SEMA tersebut, MA menegaskan bahwa permintaan PK yang diajukan kuasa hukum tanpa dihadiri terpidana secara langsung harus ditolak.
"Yang ditegaskan dalam SEMA adalah menolak permohonan PK yang hanya diajukan oleh kuasa hukum orang yang berstatus buron," tuturnya.
Sementara itu, Fickar berpandangan, Djoko tidak menganggap dirinya buron sehingga dapat hadir ke PN dan mengajukan PK.
"DT bisa hadir ke Pengadilan Negeri adalah realitas yang terjadi bahwa DT menganggap dirinya bukan buronan lagi, sehingga dia dapat mengajukan PK," ucapnya.
Diberitakan, pada sidang perdana permohonan PK yang digelar, Senin (29/6/2020), Djoko Tjandra tidak hadir dengan alasan sakit.
Kemudian, ia kembali tidak menghadiri sidang permohonan PK yang digelar di PN Jaksel, Senin (6/7/2020).
Menurut kuasa hukum Djoko, Andy Putra Kusuma, kliennya tidak hadir karena sakit.
"Mohon izin Yang Mulia, sampai saat ini pemohon PK atas nama Djoko Tjandra belum bisa hadir dengan alasan masih sakit, kita ada suratnya untuk pendukung," ujar Andi di ruang sidang pengadilan seperti dikutip dari Tribunnews.com.
Sidang pun kembali ditunda dan diagendakan kembali digelar pada 20 Juli 2020.
Majelis hakim meminta Djoko untuk hadir di persidangan berikutnya.
"Ini kesempatan terakhir Pemohon, supaya hadir duaminggu yang akan datang. Perlu dicatat supaya pemohon hadir pada sidang 20 Juli 2020," kata hakim Nazar Effriandi saat memimpin sidang.
Dalam perkara ini, PN Jakarta Selatan sebelumnya memutuskan Djoko bebas dari tuntutan. Kemudian, Oktober 2008 Kejaksaan mengajukan PK ke Mahkamah Agung.
MA menerima dan menyatakan Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah.
Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.
Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby.
Djoko Tjandra kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Niugini pada Juni 2012.
Namun, alih status warga negara itu tidak sah, sebab Djoko masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/08/09164371/pakar-hukum-pidana-sebut-pengadilan-tak-bisa-disalahkan-soal-permohonan-pk