Kejanggalan dilihat dari KPK yang pada akhirnya menyerahkan penanganan perkara tersebut ke instansi Polri.
"Hal ini cukup mengundang tanda tanya masyarakat," kata Kurnia dalam keterangan tertulis, Jumat (22/5/2020).
Sebab, sebelumnya pihak KPK mengatakan bahwa unsur penyelenggara negara diduga terlibat di dalam kasus tersebut.
Namun, seolah membantah pernyataannya sendiri, KPK kemudian memaparkan konstruksi perkara itu secara umum yang menyiratkan bahwa ada unsur penyelenggara negara di dalam kasus itu.
Salah satu poinnya adalah Rektor UNJ diduga berinisiatif memberikan tunjangan hari raya (THR) melalui Kepala Bagian Kepegawaian UNJ kepada pejabat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Menurut Kurnia, berdasarkan Pasal 2 angka 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, dijelaskan bahwa pimpinan perguruan tinggi negeri dikategorikan sebagai penyelenggara negara.
Terlebih lagi, dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi disebutkan, "Penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan orang lain secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau membayar dapat dijerat dengan maksimal hukuman 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar".
Artinya, KPK tetap dapat menangani perkara tersebut karena menyangkut penyelenggara negara dan tidak mesti menyerahkan penanganan kasusnya ke Polri.
Apalagi, ditambah dengan dugaan kuat keterlibatan oknum pejabat Kemendikbud.
"Atas dasar argumentasi itu, apa yang mendasari KPK memilih untuk tidak menangani perkara tersebut? Maka, sudah barang tentu KPK dapat mengusut lebih lanjut perkara ini," ucap Kurnia.
Justru KPK semestinya dapat memperdalam perkara itu. Misalnya ke arah apakah ada dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau pungutan liar yang dilakukan oleh pejabat dari UNJ atau tidak.
Termasuk apakah penyerahan uang THR itu apakah benar hanya inisiatif pihak UNJ semata atau jangan-jangan ada unsur pemaksaan dari oknum Kemendikbud.
"Tentu dugaan ini akan semakin terang benderang ketika KPK dapat membongkar latar belakang pemberian uang kepada pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, penyidik KPK, Rabu (20/5/2020) sekitar pukul 11.00 WIB, menggelar OTT di lingkup Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Menurut Deputi Bidang Penindakan KPK Karyoto, OTT berawal dari informasi yang disampaikan Inspektorat Jenderal Kemendikbud.
Laporan itu terkait penyerahan sejumlah uang yang diduga dari pihak Rektorat Universitas Negeri Jakarta kepada pejabat di Kemendikbud.
Tim KPK bersama Itjen Kemendikbud kemudian mengamankan Kepala Kepegawaian UNJ berinisial DAN beserta barang bukti uang sebesar 1.200 dollar AS dan Rp 27.500.000.
KPK sekaligus melakukan pemeriksaan dengan meminta keterangan tujuh orang dari pihak UNJ dan Kemendikbud. KPK menilai bahwa tidak ditemukan unsur penyelenggara negara dalam kasus ini.
"Bahwa setelah dilakukan permintaan keterangan, belum ditemukan unsur pelaku penyelenggara negara," ujarnya.
Dengan demikian, KPK akan menyerahkan kasus OTT ini kepada Polri. Sebab, menurut KPK, hal ini sesuai dengan kewenangan, tugas pokok, dan fungsi KPK.
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/23/10530771/ada-yang-janggal-dari-ott-kpk-kali-ini