JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah memperlonggar aturan bagi pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada pekerja/buruh.
Hal tersebut diketahui berdasarkan penelusuran Kompas.com pada Jumat (14/2/2020) atas draf omnibus law RUU Cipta Kerja yang resmi diserahkan pemerintah kepada DPR.
Kompas.com telah mengonfirmasi perihal draf RUU Cipta Kerja itu ke sejumlah pimpinan Badan Legislasi DPR pada Kamis (13/2/2020).
Adapun draf tersebut diperbandingkan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khusus pada poin pemutusan hubungan kerja yang dibahas pada pasal 150 - 152.
Pada draf RUU Cipta Kerja pasal 151 direvisi menjadi sebagai berikut:
(1) Pemutusan hubungan kerja dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
(2) Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui prosedur.
Sementara itu, pada aturan sebelumnya pelaksanaan PHK sebisa mungkin dihindari terlebih dahulu.
Aturan yang dimaksud ada di pasal 151 UU Nomor 13 Tahun 2003 sendiri mengatur tiga poin soal PHK, yakni:
(1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
(2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industri.
Kemudian, draf RUU Cipta Kerja menghapus pasal 152 yang ada pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pasal yang dihapus ini berbunyi:
"Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya".
Lalu, draf RUU Cipta Kerja memasukkan satu pasal baru yang disebut pasal 151 A.
Pasal ini berbunyi sebagai berikut:
Kesepakatan dalam pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1) tidak diperlukan dalam hal:
a. pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja;
b. pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama dan telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut;
c. pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri;
d. pekerja/buruh dan pengusaha berakhir hubungan kerjanya sesuai perjanjian kerja waktu tertentu;
e. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
f. pekerja/buruh meninggal dunia;
g. perusahaan tutup yang disebabkan karena keadaan memaksa (force majeur); atau
h. perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan niaga.
Diberitakan, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada Ketua DPR Puan Maharani, Rabu (12/2/2020).
"Dalam kesempatan ini Pak Menko dan para menteri menyampaikan bahwa omnibus law Cipta Kerja akan terdiri dari 79 UU, 15 bab, dengan 174 pasal yang akan dibahas di DPR," kata Puan.
Puan menjelaskan, RUU Cipta Kerja terdiri atas 79 undang-undang dengan 15 bab dan 174 pasal. Ia mengatakan, pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja akan melibatkan tujuh komisi di DPR.
Selanjutnya, draf dan surpres yang telah diserahkan akan melalui mekanisme DPR untuk kemudian ditetapkan dalam paripurna.
"Akan melibatkan kurang lebih tujuh komisi dan nantinya akan dijalankan melalui mekanisme yang ada di DPR. Apakah itu melalui Baleg atau Pansus karena melibatkan tujuh komisi terkait untuk membahas 11 kluster yang terdiri dari 15 bab dan 174 pasal," jelasnya.
Sebelum draf diserahkan ke DPR, Presiden Joko Widodo sudah punya target yang cukup ambisius terkait penyelesaian kedua RUU omnibus law.
Ia berharap DPR bisa merampungkan pembahasan RUU Omnibus Law tentang Perpajakan dan Cipta Kerja dalam waktu 100 hari kerja sejak draf itu diserahkan oleh pemerintah.
https://nasional.kompas.com/read/2020/02/15/06361691/omnibus-law-ruu-cipta-kerja-pekerja-lebih-rentan-di-phk