Salin Artikel

100 Hari Jokowi-Ma'ruf dan Nasib Pemberantasan Korupsi yang Tak Pasti

Apalagi setelah revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuai polemik dan perlawanan dari kalangan masyarakat sipil akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.

UU tersebut telah berlaku pada sekitar pertengahan Oktober 2019, tepat tiga hari sebelum Jokowi-Ma'ruf dilantik pada 20 Oktober silam.

Nasib pemberantasan korupsi menjadi tak pasti, lantaran revisi UU tersebut dianggap melemahkan KPK. Sebagian elemen masyarakat sipil meyakini polemik revisi UU KPK ini membuat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia menjadi anjlok.

Namun, awal tahun 2020, Transparency International Indonesia (TII) merilis IPK tahun 2019. Hasilnya, Indonesia mendapatkan skor 40, naik 2 poin dari IPK 2018 yang saat itu mendapatkan skor 38.

Skala penilaian IPK didasarkan pada skor 0 untuk sangat korup dan skor 100 sangat bersih.

Manajer Departemen Riset TII Wawan Suyatmiko mengatakan, IPK ini mengacu pada 13 survei dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik di 180 negara dan teritori. Berdasarkan peringkat, Indonesia berada di posisi 85 dari 180 negara.

"Hari ini indeks persepsi korupsi Indonesia, ada di skor 40 dan ranking 85," kata Wawan di Sequis Center, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2020).

Wawan menilai, kenaikan skor indeks persepsi korupsi menjadi bukti langkah Indonesia untuk memberantas korupsi cukup berpengaruh positif. Menurut dia, ada empat sumber data yang menyumbang kenaikan CPI Indonesia pada tahun 2019.

Mulai dari Political Risk Service, IMD World Competitiveness Yearbook, Political, and Economy Risk Consultancy, dan World Justice Project – Rule of Law Index.

Kemudian, Global Insight Country Risk Ratings, Bertelsmann Foundation Transformation Index, Economist Intelligence Unit Country Ratings, Varieties of Democracy, dan World Economic Forum EOS.

“Peningkatan terbesar dikontribusikan oleh IMD World Competitiveness Yearbook dengan peningkatan sebesar sepuluh poin dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini dipicu oleh penegakan hukum yang tegas kepada pelaku suap dan korupsi dalam sistem politik," ucapnya.

Tugas berat

Meski ada sejumlah kenaikan dalam pengukuran IPK Indonesia, TII juga menemukan adanya penurunan sebesar empat poin di indeks World Economic Forum EOS.

Penurunan skor ini dipicu oleh masih maraknya suap dan pembayaran ekstra dalam proses ekspor-impor, pelayanan publik, pembayaran pajak tahunan, proses perizinan, dan kontrak.

"Dasarnya mencegah terjadinya suap di mana pun. Itu kan ada pengadaan barang, niaga, dan sebagainya. Intinya mencegah suap. Jadi, pembenahannya harus ada transparansi, seperti di Kementerian Keuangan yang terkait bea dan cukai dan di Kementerian Perdagangan juga soal arus keluar masuk barang" kata Sekretaris Jenderal TII Dadang Trisasongko kepada Kompas.com, Selasa (28/1/2020).

Dadang menambahkan, IPK 2019 Indonesia memang menunjukkan perbaikan sistem kemudahan berbisnis dan peningkatan efektivitas penegakan hukum terhadap praktik korupsi politik.

Namun, tugas berat pembenahan sistem masih harus dituntaskan ke depan, yaitu bagaimana memutus relasi koruptif antara pejabat negara, pelayan publik, penegak hukum, dan pebisnis.

“Jika ini berhasil dilakukan, kami percaya kondisi itu akan memberikan kontribusi paling besar dalam mengurangi korupsi," kata Dadang.

Tak hanya itu, pembenahan lembaga-lembaga politik patut dilakukan dengan sungguh-sungguh. Partai politik harus menegaskan komitmennya dalam mendukung prinsip persamaan di depan hukum dalam hal penegakan hukum tindak pidana korupsi.

"Dan menghindari langkah-langkah yang justru mempromosikan impunitas bagi para koruptor," imbuh Dadang. 

Apalagi, lanjut dia, negara sudah memberikan tambahan dana bantuan keuangan untuk partai politik. Sehingga, partai juga harus memperbaiki tata kelolanya, dari urusan kaderisasi, rekrutmen, hingga akuntabilitas keuangan.

"Ini juga harus dipastikan sebelum uang turun, partai harus menunjukkan mereka sudah melakukan atau memproses pembenahannya udah mulai jalan misalnya. Kalau tidak, nanti ya, kayak pemberi harapan palsu saja nanti, tidak berubah meski sudah dikasih uang," ujarnya.

Mesti dilihat hati-hati

Sementara itu, eks Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menilai, kenaikan IPK Indonesia tahun 2019 dari angka 38 menjadi 40 harus dilihat secara hati-hati.

Indonesia dinilainya beruntung karena survei menjadi dasar IPK itu sebagian besar dilakukan pada awal dan pertengahan tahun, bukan pada akhir tahun.

Kenaikan IPK itu, lanjut BW, tidak perlu disambut dengan berlebihan. Sebab, tren kenaikan skor IPK di negara-negara tetangga justru lebih besar dibanding kenaikan IPK Indonesia.

Misalnya, kata BW, Malaysia yang IPK-nya naik 11 poin dari 47 pada 2018 menjadi 58 pada 2019. Begitu pula Vietnam yang mampu menggenjot IPK-nya sebanyak 4 poin.

"Pada 2019, skor IPK Vietnam menjadi 37, padahal tahun lalu hanya 33 saja. Indonesia juga kalah dari Timor Leste yang meningkat 3 poin sehingga skornya menjadi 38," ujar BW.

BW mengkritik kebijakan Pemerintah belakangan ini yang dinilainya melemahkan KPK dengan menghilangkan otonomi dan kekuasaan KPK sebagai salah satu ujung tombak pemberantasan korupsi.

Padahal, di lain sisi, Pemerintah tengah berupaya menarik investor dari luar negeri yang justru membutuhkan kepastian hukum, salah satunya di sektor pemberantasan korupsi.

"Hal ini membuat upaya menarik investasi dari luar negeri hanya ilusi berupa khayalan fatamorgana dan upaya pemberantasan korupsi menjadi dagelan yang blas enggak lucu banget," kata BW.

Vonis ringan koruptor

Kecenderungan lainnya dalam proses pemberantasan korupsi, sejumlah pelaku korupsi ada yang dihukum ringan. Khususnya di tingkat kasasi dan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).

Jelang akhir tahun 2019, MA tercatat memutus sejumlah perkara kasasi dan PK yang dimohonkan oleh pelaku korupsi. Misalnya, terpidana kasus korupsi eks Ketua DPD Irman Gusman dan mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.

MA mengurangi hukuman Irman Gusman menjadi 3 tahun penjara pada tingkat PK. Hukuman ini lebih rendah dari putusan majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, yaitu 4 tahun dan 6 bulan penjara. Irman saat itu merupakan terpidana kasus suap terkait kuota gula impor.

MA juga mengurangi hukuman Patrialis Akbar menjadi 7 tahun penjara pada tingkat PK. Hukuman ini lebih rendah dari putusan sebelumnya, yaitu 8 tahun penjara. Patrialis merupakan terpidana kasus suap terkait impor daging.

Sebelumnya di tingkat pertama, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Idrus Marham menjadi 5 tahun penjara.

Selain itu, terdapat pula putusan lepas terhadap Syafruddin Arsyad Temenggung selaku terdakwa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Padahal sebelumnya di tingkat banding, ia divonis 15 tahun penjara. Vonis itu memperberat putusan di tingkat pertama, 13 tahun penjara.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyayangkan sejumlah terpidana kasus korupsi mengalami pengurangan hukuman.

ICW kecewa lantaran putusan tersebut membangun kesan negara cenderung memberi hukuman ringan bagi koruptor.

Hal itu disampaikan Kurnia dalam paparan Catatan Agenda Pemberantasan Korupsi Tahun 2019 di kantor ICW, Jakarta, Minggu (29/12/2019).

Ia melihat fenomena ini justru tidak akan mendorong efek jera yang maksimal bagi pelaku korupsi

Selain di tingkat kasasi dan PK, di tingkat pertama, salah satu putusan yang menjadi perhatian belakangan ini adalah putusan 2 tahun penjara terhadap mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romy.

Vonis terhadap terdakwa kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan di Kementerian Agama itu lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, yakni 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan.

Peneliti ICW Donal Fariz menilai vonis tersebut terlalu ringan.

"Vonisnya sangat rendah, hanya setengah dari tuntutan Jaksa," kata Donal saat dihubungi Kompas.com, Senin (20/1/2020).

Donal menyatakan, seharusnya majelis hakim bisa memberikan vonis lebih berat. Alasannya, karena Romy adalah ketua umum partai politik dan juga anggota DPR periode 2014-2019.

Menurut dia, semestinya pula hukuman dibarengi dengan pencabutan hak politik.

Pencabutan hak politik terhadap politisi yang menjadi pelaku kasus korupsi perlu dilakukan untuk memberikan efek jera. Apalagi, kata Donal, politisi itu menggunakan pengaruh politik dan kekuasaan yang dimiliki untuk keuntungan pribadi.

Di sisi lain, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, pada dasarnya para koruptor patut mendapatkan hukuman maksimal.

"Hukuman pidana pada koruptor seharusnya hukuman maksimal. Bahkan, jika mungkin pembuktiannya, harus ada perampasan harta yang semaksimal mungkin dari koruptor," kata Fickar.

Apa kabar Stranas PK?

Dalam pemberantasan korupsi, terobosan pemerintahan Jokowi adalah Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Stranas PK ini didasari pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2018.

Perpres itu fokus pada pencegahan korupsi di sektor prioritas pemerintah, yaitu perizinan dan tata niaga; keuangan negara, serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi.

Selain itu aturan tersebut juga menekankan sinergi dan kolaborasi antara upaya pencegahan yang dilaksanakan oleh KPK dengan upaya yang ada di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, yang selama ini dilaksanakan secara terpisah.

Stranas PK dianggap sebagai terobosan baru dalam rangka memperkuat upaya pencegahan korupsi di Indonesia. Dengan adanya Stranas PK, upaya pencegahan korupsi diyakini bisa terkonsolidasi.

Namun, implementasi Stranas PK masih memiliki catatan. Pada sekitar September 2019, ICW menilai Stranas PK ini belum terimplementasi dengan baik. Namun demikian, ICW memandang program ini memang memiliki konsep bagus.

Peneliti ICW Tama S Langkun menyampaikan hal itu berdasarkan hasil penelitian ICW bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil di tujuh daerah yaitu Surabaya, Malang, Pekanbaru, Makassar, Banda Aceh, Jember, dan Jakarta.

"Problemnya adalah pada implementasi. Nah ketika kita bicara implementasi, tentu saja bebannya itu tidak hanya pada timnas tapi di daerah-daerah lainnya," kata Tama dalam seminar publik di Gedung ACLC KPK, Selasa (24/9/2019).

Tama menuturkan, beberapa masalah yang ditemukan dalam penelitian ICW adalah minimnya partisipasi publik. Misalnya, ada beberapa daerah yang belum membuka akses publik terhadap informasi terkait perkara hukum.

Selain itu, ICW juga menyoroti belum terbentuknya Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) di sejumlah daerah untuk mengurus pengadaan.

Menurut Tama, ada beberapa hal yang mengambat pembentukan UKPBJ, yakni masalah kekurangan sumber daya manusia dan keterbatasan sistem teknologi informasi.

Selain itu, masih banyak pula daerah yang belum menerapkan e-katalog lokal serta melakulan konsolidasi pengadaan barang dan jasa.

Senada dengan Tama, Sekjen TII Dadang Trisasongko juga melihat substansi dari Stranas PK sudah bagus. Karena, mampu menjawab masalah mendasar terkait korupsi di Indonesia. Meski demikian, lagi-lagi implementasi Stranas PK dinilai masih belum maksimal.

"Hambatan utama pelaksanaan Stranas PK sejauh ini pada adopsi program itu oleh kementerian, kemudian di daerah-daerah. Tidak semua daerah itu tahu substansi program itu. Di tingkat kementerian memang lebih solid, karena secara kelembagaan lebih baik dari zaman dulu. Dulu kan pakainya Inpres dan itu hanya pemerintah, sekarang itu di dalamnya ada KPK. Sehingga, ada sinergi antara pemerintah dan KPK di pencegahan," kata dia kepada Kompas.com, Selasa (28/1/2020).

Pelaksanaan aksi Stranas PK juga dinilainya masih sebatas pada ada tidaknya program dan apakah program itu sudah dijalankan atau belum. Belum menyoroti pada dampak yang dihasilkan dari Stranas PK ini.

Tergantung pada kepemimpinan presiden

Menurut Dadang, kepemimpinan Jokowi dinilainya paling menentukan dalam pelaksanaan Stranas PK. Ia berharap, Jokowi bisa menjadikan capaian implementasi Stranas PK untuk mengukur kinerja para menterinya di kabinet.

"Kalau dia tidak diukur dan menentukan kinerja seorang menteri atau kepala lembaga gitu, itu nanti akan gitu-gitu aja," kata dia.

Ia menilai, pelaksanaan Stranas PK perlu koordinasi antar kementerian atau lembaga serta supervisi yang kuat dari Presiden Jokowi. Jika perlu, kinerja implementasi Stranas PK bisa jadi ukuran dalam melakukan reshuffle menteri.

"Karena kalau dianggap korupsi itu kejahatan serius ya harus diperhatikan. Dan selama ini kan setahun terakhir Presiden selalu ngomong yang penting pencegahan, yang penting pencegahan, tapi kalau tidak dikawal betul oleh Presiden, ya, itu wacana saja pencegahan itu. Hanya sebatas rumusan program saja," kata dia.

Ia yakin, pelemahan KPK akan berpengaruh terhadap kewibawaan KPK sendiri sebagai institusi dalam mengoordinasikan Stranas PK.

"Kekuatan dia dalam merekomendasikan akan berpengaruh gitu ya. Kalau sekarang lemah KPK-nya dalam fungsi penindakan, maka pandangan lembaga lain terhadap KPK itu akan beda. Ini kalau tidak disokong oleh kekuatan leadership Presiden, ini bisa melempem ini Stranas PK ini," katanya.

"Dulu kan KPK digandeng karena memiliki kekuatan penegakan hukum yang prudent, efektif dan itu akan memengaruhi lembaga lain untuk ikut mendorong reformasi," sambung Dadang.

Di tengah situasi KPK yang sudah dilemahkan, Dadang pun mengusulkan agar Presiden Jokowi memperkuat kembali peranan tim Saber Pungli.

"Untuk memberikan efek kejut, efek kejut, dan mendorong orang buat berbenah. Nanti kalau efek kejutnya hilang, itu momentum orang untuk berbenah itu hilang juga," katanya.

Jadi, Presiden Jokowi harus mengombinasikan kerja Kejaksaan, Kepolisian, Inspektorat Jenderal di kementerian dan lembaga untuk mengefektifkan kembali tim Saber Pungli ini.

"Kalau di situasi sekarang ini, itu sangat dibutuhkan," lanjut dia.

https://nasional.kompas.com/read/2020/01/31/07043411/100-hari-jokowi-maruf-dan-nasib-pemberantasan-korupsi-yang-tak-pasti

Terkini Lainnya

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke