Salin Artikel

Kode dari Jokowi di Balik Istilah "Sontoloyo" dan "Genderuwo"

Masing-masing pasangan capres-cawapres masih cenderung adu jargon politik untuk saling menjatuhkan.

Penggunaan istilah politisi "sontoloyo" dan politik "genderuwo" sempat dilontarkan oleh calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo.

Sementara, istilah "tampang Boyolali" yang digunakan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto untuk mengkritik ketimpangan sosial sempat menjadi polemik.

Pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk mengatakan, jika dilihat dari sisi psikologi politik, jargon-jargon politik seperti politisi sontoloyo dan politik genderuwo merupakan bentuk protes Jokowi.

Akibatnya, suasana politik di Indonesia saat ini terkesan tidak elegan.

"Jokowi merasa banyak politisi tak memegang etika politik yang membuat demokrasi kita lebih elegan," ujar Hamdi dalam sebuah diskusi di Kantor Populi Center, Jakarta Barat, Kamis (15/11/2018).

Protes Jokowi tersebut, lanjut Hamdi, tidak bisa dilepaskan dari banyaknya fitnah dan hoaks yang menyerang petahana itu sejak Pilpres 2014.

Selama ini, figur Jokowi selalu diterpa isu antek Partai Komunis Indonesia (PKI), pro terhadap pemerintah China, anti-Islam, dan isu masuknya jutaan tenaga kerja asing ke Indonesia.

Faktor itu juga yang menyebabkan Jokowi melontarkan istilah politik genderuwo kepada mereka yang dianggapnya menyebarkan pesimisme dan ketakutan di tengah masayarakat.

"Kebetulan dia merasa serangan hoaks dan fitnah banyak mengarah pada dirinya dan dia mulai protes, maka muncullah politisi sontoloyo," kata Hamdi.

Di sisi lain, Hamdi menilai, kedua istilah tersebut digunakan Jokowi untuk memberikan warning atau peringatan kepada para lawan politiknya.

Sebagai petahana, kata Hamdi, Jokowi berharap kontestasi Pilpres 2019 tidak diisi dengan fitnah atau hoaks, melainkan sebagai wadah pertarungan ide dan gagasan.

Politisi sontoloyo dan politisi genderuwo merupakan kode keras untuk lawan Jokowi.

"Selain protes bisa juga warning atau kode keras. Janganlah politik kita seperti itu. Lebih baik adu gagasan, adu program," kata Hamdi.

"Publik juga rindu, harusnya (kampanye) diletakkan dalam adu program. Jadi masyarakat dapat alternatif berbasis data yang akurat," ujar dia.

https://nasional.kompas.com/read/2018/11/15/16385101/kode-dari-jokowi-di-balik-istilah-sontoloyo-dan-genderuwo

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke