Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berbagai Persoalan Ini Buat Pansus Hak Angket Dianggap Sesat...

Kompas.com - 10/07/2017, 19:25 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menganggap pembentukan panitia khusus hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan kesesatan yang berkelanjutan.

Menurut dia, sejak awal pembentukan pansus oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui prosedur yang sesat. Secara khusus, Pasal 199 ayat (3) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Undang-Undang MD3) menghendaki dilakukannya mekanisme voting agar usul penggunaan angket menjadi hak angket.

"Namun mekanisme ini tidak dijalankan oleh DPR sehingga Pansus yang berjalan saat ini cacat prosedur pembentukan," ujar Feri melalui keterangan tertulis, Senin (10/7/2017).

Jika tindakan lembaga negara tidak sesuai hukum, kata Feri, maka harus batal demi hukum.

Di samping itu, diduga ada konflik kepentingan dalam pembentukan pansus hak angket. Sebab, pansus diisi orang-orang yang disebut menerima uang hasil korupsi e-KTP yang tengah ditangani KPK.

(Baca: Manuver Pansus Hak Angket Dicurigai Berujung pada Revisi UU KPK)

"Terhadap kondisi conflict of interest tersebut, pansus hak angket sudah dapat dikategorikan disqualification atau recusal  atau tidak sah," kata Feri.

Selain itu, pembentukan pansus hak angket terhadap KPK dianggap melanggar konsep independensi KPK. Penyimpangan lembaga penyelidik, penyidik, dan penuntut serta peradilan dalam lembaga kekuasaan kehakiman dikoreksi melalui putusan peradilan.

Jika KPK menyimpang dalam proses penyelidikan, maka yang berkeberatan bisa mengujinya lewat praperadilan. Jika dalam proses penyidikan dan penuntutan terdapat penyimpangan, maka peradilan dapat mengoreksi dan "mengalahkan" KPK melalui putusan.

"Pola demikian untuk menjamin independensi aparat penegak hukum dan menjauhkannya dari intervensi kepentingan politik," kata dia.

(Baca: Ini Sejumlah Cerita Napi Koruptor kepada Pansus Angket KPK)

Terlebih lagi, pansus meminta keterangan terpidana kasus korupsi. Feri menganggap hal tersebut tidak logis karena kasus mereka sudah berkekuatan hukum tetap sehingga tidak lagi berpengaruh pada penyidikan pansus.

Menurut Feri, langkah tersebut jelas tujuannya untuk mengumpulkan informasi berbasis kebencian kepada KPK dengan meminta keterangan orang-orang yang dihukum melalui kewenangan KPK.

"Itu sama saja meminta keterangan kepada narapidana pidana umum terhadap kinerja kepolisian, kejaksaan, dan hakim. Tentu narapidana tersebut hal-hal negatif terhadap kinerja aparat penegak hukum," kata Feri.

(Baca: Saat Rakyat Menuntut Para Wakilnya soal Hak Angket...)

"Pilihan pansus angket itu jelas mengungkapkan bahwa tujuan pansus hanyalah untuk mematikan KPK melalui berbagai cara," lanjut dia.

Terakhir, menurut Feri, Pansus hak angket nampak kesulitan membedakan pakar dan advokat. Sejauh ini pansus hanya mengumpulkan keterangan ahli dari pihak-pihak yang pro agar KPK dilimpuhkan.

Beberapa ahli yang dipanggil pansus juga diragukan posisinya sebagai akademisi murni atau advokat. Semestinya, kata Feri, ahli yang diundang murni sebagai ahli yang menjalankan profesi akademik atau penelitian, daripada ahli yang memiliki dua label sebagai advokat.

"Advokat tentu saja profesi mulia, tetapi profesi ini dirancang untuk berpihak pada kepentingan kliennya," kata Feri.

Kompas TV LSM Antikorupsi Gelar Parodi Sindir Pansus Angket KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com