JAKARTA, KOMPAS.com - Sekitar 200 orang berkumpul menyuarakan penolakan terhadap hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (7/7/2017).
Aksi penolakan tersebut digagas oleh Ikatan Alumni (Iluni) Universitas Indonesia (UI). Namun, mereka yang hadir juga tergabung dalam berbagai jaringan masyarakat sipil yang menentang hak angket DPR terhadap KPK.
Rudi Johannes, Koordinator Gerakan Antikorupsi Lintas Alumni, turut berorasi di atas bak truk kecil. Di usianya yang sudah mencapai 65 tahun, ia masih bersemangat meneriakan semangat antikorupsi.
Ia menilai dengan membentuk hak angket, DPR selaku wakil rakyat tak lagi mendengar aspirasi masyarakat yang diwakilinya.
Karena itu dirinya merasa harus menyuarakan kehendaknya sendiri agar KPK tak dilemahkan melalui hak angket, langsung di depan gedung milik rakyat.
Saking kesalnya, ia pun meneriakan nama-nama yang selama ini sering muncul di media massa. Nama-nama yang ia teriakan ialah pimpinan DPR yang menurut dia kerap memunculkan komentar negatif terkait kinerja KPK.
Mereka yang diteriaki oleh Rudi ialah Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon. Keduanya, kata Rudi, gencar menyerang KPK melalui berbagai pernyataannya di media massa.
"Mereka (Fadli dan Fahri) itu dengan seenaknya ngomong di media menyerang KPK," ujar Rudi dengan suaranya yang sedikit terengah-engah.
Hal senada dilakukan pula oleh anggota Presidium Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia Tubagus Tirtayasa. Meski rambutnya sudah memutih, suaranya masih lantang saat berorasi di depan Gedung DPR, menyuarakan penolakan terhadap hak angket.
Ia juga sempat membacakan puisi Wiji Thukul yang berjudul "Peringatan". Puisi tersebut seolah menjadi peringatan dari rakyat kepada para wakilnya di DPR yang, menurut dia, tak lagi mendengar dan memperjuangkan aspirasinya sebagai rakyat.
"Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan mengganggu keamanan, maka hanya ada satu kata: lawan!"
Teriakan Tirta lantas disambut teriakan "lawan" dari para pengunjuk rasa lainnya sembari mengacungkan kepalan tangan ke udara.
(Baca juga: Fahri Hamzah, Fadli Zon, Setya Novanto Jadi "Sasaran" Pengunjuk Rasa)
Ia pun menyayangkan pernyataan Fahri selaku Wakil Ketua DPR yang dulunya juga seorang aktivis di era 1998. M
enurut Tirta, sebagai bagian dari aktivis yang turut memperjuangkan reformasi, semestinya Fahri juga memperjuangkan pemberantasan antikorupsi saat menjadi wakil rakyat, bukan justru menyerang dan melemahkan KPK.
"Wahai Fahri, dia adalah angkatan '98 kami. Dia sejak 1998 sudah menjual negeri ini. Dia musuh kami, jaringan aktivis seluruh Indonesia. Fahri tak punya lagi jiwa Idonesia. Hatinya sudah gelap. Bagaimana kita bisa mengatakan dia adalah wakil kita," ujar Tirta, berteriak lantang.