JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menyampaikan, sembilan hakim konstitusi sudah mempertimbangkan berbagai aspek hingga akhirnya memutuskan bahwa terkait seleksi atau rekrutmen hakim menjadi kewenangan Mahkamah Agung (MA). Dengan kata lain, Komisi Yudisial (KY) tidak bisa dilibatkan.
Uji materi tersebut teregistrasi di MK dengan nomor perkara 43/PUU-XIII/2015.
Menurut Fajar, perihal rekrutmen hakim tidak bisa lagi diajukan pengujian materi atau judicial review (JR). Sebab, hal itu sama saja membuat MK melakukan dua kali uji materi, padahal pokok persoalannya sama saja.
"Norma itu sudah ditafsir MK sedemikian rupa, tak bisa pula di JR ulang, karena akan ne bis in idem (tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan berkekuatan hukum tetap-red)," ujar Fajar saat dihubungi, Minggu (4/6/2017).
Menurut Fajar, KY bisa dilibatkan dalam proses rekrutmen hakim jika norma undang-undang terkait dihidupkan lagi, seperti sebelum adanya permohonan uji materi dan putusan MK tersebut.
Akan tetapi, menurut Fajar, jika pun norma undang-undang yang menyebutkan bahwa KY terlibat dalam rekrutmen hakim itu dihidupkan lagi, maka besar kemungkinan akan digugat lagi.
"Potensial kembali di JR, dan besar kemungkinan dinyatakan inkonstitusional kembali," kata Fajar.
Sebelumnya, sejumlah pihak menilai MA perlu melibatkan lembaga lain yang terkait peradilan dalam hal rekrutmen hakim.
Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho mengatakan, keterlibatan dua lembaga perlu dilakukan guna mengantisipasi terjadinya penyelewengan.
Saat ini perihal rekrutmen hakim menjadi kewenangan MA. Sistem ini sangat rentan terjadi penyelewengan. Akibatnya, peradilan yang ideal akan sulit diwujudkan. Oleh karena itu, sedianya KY dan MA bersama-sama terlibat dalam rekrutmen hakim.
"Konsep shared responsibility merupakan bentuk integralisasi kedua lembaga dengan output lahirnya hakim-hakim yang berintegritas," ujar Hibnu dalam diskusi bertajuk Shared Responsibility dalam Manajemen Jabatan Hakim dari Perspektif Ketatanegaraan, di University club UGM, Yogyakarta, Rabu (24/5/2017).
Sementara Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Oce Madril menilai KY adalah state auxilary organ atau supporting element yang membantu atau mendukung pelaku kekuasaan kehakiman.
Oleh karena itu, KY dapat terlibat dalam proses rekrutmen, pembinaan, pengawasan, perlindungan dan pemberhentian hakim.
"Peran KY ini akan lebih memastikan manajemen jabatan hakim menjadi lebih transparan, akuntabel, dan antikorupsi," kata Oce.
Baca juga: KY dan MA Dinilai Dapat "Sharing" Tanggung Jawab dalam Rekrutmen Hakim
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.