JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) terpilih, Arief Budiman, berharap Mahkamah Konstitusi (MK) segera mengeluarkan putusan atas uji materi terhadap Pasal 9 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Uji materi ini diajukan oleh komisioner KPU sebelumnya, termasuk Arief Budiman.
"Putusan MK harus segera keluar. Apa pun putusannya, semua menghormati. KPU dan DPR pasti menghormati," ujar Arief di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/4/2017).
Menurut Arief, uji materi disebabkan adanya Pasal 9 Undang-Undang Pilkada mengatur hasil rapat konsultasi yang dilakukan KPU dan DPR saat menyusun Peraturan KPU (PKPU) bersifat mengikat.
Pasal itu dinilai melanggar prinsip kemandirian KPU yang termaktub dalam Pasal 22 E UUD 1945. Karena itu, putusan MK dinilai perlu untuk memperjelas independensi KPU, sesuai UUD 1945.
"Itu penting untuk perjalanan KPU ke depan. Termasuk menjawab dinamika yang kemarin terjadi," ujar Arief Budiman.
Arief menjelaskan, selama belum ada putusan dari MK, KPU merasa ada hambatan psikologis dalam berkonsultasi dengan DPR saat menyusun PKPU.
Sebab, DPR akan berpegang pada Pasal 9 Undang-Undang Pilkada yang mewajibkan KPU menjalankan hasil rapat konsultasi.
Sedangkan, KPU yang tengah mengajukan uji materi terhadap pasal tersebut merasa enggan untuk terikat dengan hasil rapat konsultasi saat menyusun PKPU.
Arief Budiman pun kembali menegaskan, KPU sangat terbuka dalam menyusun PKPU sehingga pihak lain, terutama DPR tak perlu khawatir.
Dalam proses pembuatan PKPU, kata Arief, KPU mengawalinya dengan pembahasan di internal bersama tim ahli Sekretariat KPU.
Setelah itu dilanjutkan dengan expert meeting dengan mengundang para ahli pemilu untuk dimintai masukannya. Setelah itu KPU masih mengadakan public hearing dengan mengundang kelompok masyarakat sipil untuk dimintai masukan dalam menyusun PKPU.
Selanjutnya, barulah KPU bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), DPR, dan pemerintah menggelar rapat konsultasi, untuk menyusun PKPU.
"Jadi sebenarnya proses penyusunan PKPU itu terbuka kok. Kalau PKPU bertentangan dengan undang-undang, sesuai pelaksanaan peraturan di bawah undang-undang bisa diuji materi ke MA (Mahkamah Agung)," ucap Arief.
(Baca juga: Harus Tunduk pada Putusan Rapat DPR, KPU Ajukan Uji Materi Setelah Tuntaskan PKPU)
Pengajuan uji materi dilakukan seusai KPU dan DPR menyusun PKPU Pencalonan yang dinilai melanggar Pasal 7 Undang-Undang Pilkada.
PKPU Pencalonan memperbolehkan seorang terpidana percobaan mencalonkan diri dalam pilkada. Sedangkan, Pasal 7 Undang-Undang Pilkada melarang seorang terpidana, meski percobaan, mencalonkan diri di pilkada.
(Baca juga: Uji Materi UU Pilkada, KPU Berharap Tidak Dianggap Pembangkang)
Karena Pasal 9 mengharuskan KPU tunduk dengan hasil rapat konsultasi bersama DPR, maka PKPU memperbolehkan terpidana percobaan mencalonkan diri.
Merasa Pasal 9 bertentangan dengan prinsip kemandirian KPU, akhirnya KPU periode 2012-2017 pun mengajukan uji materi ke MK.