Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses Hukum Korporasi yang Stagnan, Jadi Alasan Lahirnya Perma 13/2016

Kompas.com - 21/03/2017, 15:02 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Korporasi yang terlibat sebuah kasus kejahatan, selama ini belum dapat ditindak oleh aparat penegak hukum. Hanya orang-orang yang terdapat di dalam korporasi itu lah, yang baru dapat ditindak.

Hal tersebut, menurut Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, menjadi dasar lahirnya Peraturan MA Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi. Peraturan itu diyakini menjadi solusi untuk menindak korporasi nakal.

Ia menjelaskan, penegakkan hukum terkait korporasi sebenarnya sudah dimulai ketika UU Darurat Nomor 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, lahir.

Namun, UU yang mengadopsi aturan yang diterapkan di dalam sistem hukum Belanda itu, belum mampu menindak korporasi secara organisasi.

(Baca: Menjerat Korupsi Korporasi)

“Belanda saat ini telah memasukkan kejahatan korporasi di dalam Pasal 51 KUHP Belanda, yang mencakup semua kejahatan dalam KUHP Belanda. (Sedangkan) kondisi di Indonesia saat ini masih stagnan,” kata Hatta.

Demikian pula dengan 70 UU lainnya yang juga telah memuat pasal terkait kejahatan korporasi. Seperti UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, dan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang. Serta UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(Baca: Pengusaha Keberatan Korporasi Dipidana)

“Di dalam Perma ini mengatur tentang hukum acaranya. Sebab, selama ini terjadi di berbagai perundang-undangan yang telah mengatur masalah korporasi, tetapi masalah acaranya belum jelas,” kata dia.

“Perma ini mengatur beberapa hal yang tidak diatur di dalam KUHAP, yaitu tentang tata cara pemidanaan terhadap korporasi. Pertangungjawaban grup korporasi, ini banyak kondisi hukum Indonesia yang stagnan di dalam menangani kejahatan korporasi,” lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com