Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen PDI-P Sebut Sejarah Soekarno Lengser Bisa Terulang karena Kasus Freeport

Kompas.com - 06/12/2015, 20:58 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto menengarai ada kepentingan asing di balik kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Hasto mengingatkan bahwa sejarah telah memperlihatkan bahwa pada masa lalu, berbagai cara dilakukan untuk menguasai kekayaan alam Indonesia. Ia mengaitkan hal ini dengan lengsernya Presiden pertama Indonesia, Soekarno.

"Sejak dulu kita lihat bagaimana Bung Karno dilengserkan ketika ada proses-proses untuk menguasai sumber kekayaan alam bangsa. Sejarah itu (lengsernya Bung Karno) bisa terulang," kata Hasto di Jakarta, Minggu (6/12/2015).

Hasto turut mempermasalahkan langkah Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, yang merekam pembicaraannya dengan Novanto dan pengusaha minyak Riza Chalid. Dia menilai rekaman tersebut ilegal.

"Ketika direktur perusahaan asing merekam secara sepihak, itu harus dilihat sebagai sebuah preseden. Motif penegakan hukum atau motif kepentingan bisnis itu sendiri harus dilihat betul," kata Hasto.

Hasto meminta agar kasus yang menjerat Setya dilihat secara jernih. Ia menengarai, ada upaya-upaya untuk memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia sebelum waktu yang ditetapkan.

Kontrak Freeport akan habis pada 2021. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, pembicaraan renegosiasi kontrak baru akan dilakukan pada 2019.

Hasto berpendapat bahwa kemungkinan adanya kepentingan pihak asing dalam masalah ini harus diungkap.

Oleh karena itu, ia meminta agar Mahkamah Kehormatan Dewan bekerja secara adil menangani masalah ini agar legislatif dan eksekutif tidak berhadap-hadapan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com