Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kenapa Giliran Bicara Rekonsiliasi Jaksa Agung 'Getol' Sekali?"

Kompas.com - 03/07/2015, 13:58 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontas) Haris Azhar mempertanyakan keseriusan Kejaksaan Agung dalam menyelesaikan kasus pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) pada masa lalu.

Haris mengatakan, korban atau keluarga yang dilanggar memiliki hak untuk mendapatkan keadilan dengan memproses hukum para pelaku kejahatan HAM. Namun, Kejaksaan Agung yang memiliki kewenangan penyidikan tidak melaksanakannya.

"Ketika ditanya sampai mana penyidikan kasus-kasus HAM itu, pasti mandek. Padahal, itu tugasnya dia. Tapi, kenapa giliran bicara soal rekonsiliasi, dia 'getol' sekali bicara," ujar Haris ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (3/7/2015).

Haris menegaskan bahwa upaya rekonsiliasi tidak diatur oleh undang-undang mana pun. Oleh sebab itu, upaya rekonsiliasi, sebut Haris, bukan langkah yudisial, melainkan lebih ke langkah politis. (Baca: Kontras: Seolah-olah Negara Hadir Lewat Rekonsiliasi, Padahal Tidak!)

"Coba sebutkan mana undang-undang yang menyebutkan langkah rekonsiliasi? Tidak ada. Rekonsiliasi tidak punya dasar hukum. Jadi, Jaksa Agung sedang memolitisasi darah dan penderitaan korban kasus HAM," ujar Haris.

Haris juga mengatakan, rekonsiliasi bersifat pribadi. Artinya, rekonsiliasi harus berasal dari hati nurani korban atau keluarganya. Jika demikian, lanjut Haris, mengapa negara ikut mengatur-ngatur persoalan pribadi.

Padahal, lanjut Haris, negara memiliki kewajiban untuk menegakkan hukum. Kontras berharap Presiden Joko Widodo serta para menterinya menyadari hak-hak yang harus dipenuhi untuk para korban dan keluarga. (Baca: Upaya Rekonsiliasi Dinilai Hanya untuk Memenuhi Janji Kampanye Jokowi)

Kontras ingin negara benar-benar "mencuci bersih dosa negara" pada masa lalu dengan memproses perkara-perkara itu di jalur hukum.

Jaksa Agung sebelumnya mengatakan, pemerintah berupaya untuk mewujudkan proses rekonsiliasi dengan korban pelanggaran HAM berat pada masa lalu. Setidaknya, ada tiga tahapan yang akan dilalui jika proses rekonsiliasi berjalan. (Baca: Pemerintah Upayakan Rekonsiliasi dengan Korban Pelanggaran Berat HAM)

Tiga tahapan rekonsiliasi itu ialah pernyataan bahwa ada pelanggaran HAM, dilanjutkan dengan kesepakatan bersama antara korban dan pelaku, kemudian diakhiri dengan permintaan maaf negara kepada korban atau keluarganya.

Prasetyo mengatakan, keputusan apa pun pasti menimbulkan pro dan kontra. Namun, kesepakatan yang ada merupakan langkah terbaik.

Anggota komite disepakati sebanyak 15 orang. Komite yang berada langsung di bawah Presiden ini terdiri dari unsur korban, Komnas HAM, Kejaksaan Agung, purnawirawan Polri, purnawirawan TNI, dan beberapa tokoh masyarakat yang berkompeten dalam penegakan HAM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com