Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Pengadilan Tinggi Kukuhkan Vonis Seumur Hidup Akil Mochtar

Kompas.com - 26/11/2014, 19:48 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Humas Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Muhammad Hatta mengatakan, ada beberapa dasar pertimbangan yang membuat majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding yang diajukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, dan menyatakan Akil tetap mendapatkan hukuman seumur hidup.

Menurut dia, perbuatan Akil telah merusak nama baik lembaga peradilan beserta para hakim yang bernaung di dalamnya.

"Perbuatan yang dilakukan terdakwa Akil Mochtar tidak hanya merusak nama lembaga negara dalam hal ini Mahkamah Konstitusi, tetapi juga termasuk nama baik dari para hakim yang berada di lembaga tersebut," ujar Hatta di Jakarta, Rabu (26/11/2014).

Hatta mengatakan, tidak hanya nama baik MK dan para hakimnya yang tercoreng, tetapi juga lembaga peradilan lainnya, seperti peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan militer. Pertimbangan memberatkan lainnya, majelis hakim menilai Akil terlalu nekat dalam melakukan kejahatannya karena secara aktif berhubungan langsung dengan pihak yang menyuapnya.

"Akil oleh majelis dinilai berani karena terdakwa dengan aktif melakukan hubungan langsung dengan pihak yang meminta bantuan kepada terdakwa," kata Hatta.

Apalagi, kata Hatta, Akil secara terang-terangan meminta sejumlah uang kepada beberapa pihak dengan nominal yang besar. Majelis hakim menganggap, enam dakwaan terhadap Akil sebagaimana diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah terbukti.

"Terdakwa tidak malu-malu meminta uang kepada sejumlah pihak dengan jumlah yang sangat fantastis, jumlah yang bermiliar-miliar rupiah, yang semuanya dimasukkan dalam rekening sendiri dan rekening usaha yang dikelola istrinya sendiri," kata Hatta.

Dengan pertimbangan tersebut, kata Hatta, majelis hakim PT DKI Jakarta menilai putusan pengadilan tingkat pertama sudah tepat dan wajar. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi pengadilan tinggi untuk menerima banding yang diajukan Akil.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang tetap menghukum mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, dengan pidana penjara seumur hidup. Akil terbukti secara sah bersalah dalam kasus suap pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) dan tindak pidana pencucian uang.

KPK berharap keputusan tersebut dapat menimbulkan efek jera bagi koruptor lainnya. Majelis hakim Tipikor menyatakan, Akil terbukti menerima suap terkait empat dari lima sengketa pilkada dalam dakwaan kesatu, yaitu Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak di Banten (Rp 1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar).

Dalam pertimbangan yang memberatkan, perbuatan Akil dinilai telah meruntuhkan wibawa MK. Diperlukan usaha yang sulit dan memerlukan waktu lama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada MK. Selain itu, Akil merupakan ketua lembaga tinggi negara yang merupakan benteng terakhir bagi masyarakat yang mencari keadilan. Menurut hakim, Akil seharusnya memberikan contoh teladan yang baik dalam masalah integritas. Tidak ada hal yang meringankan untuk Akil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com