"Penuhi 10 syarat itu adalah mutlak sifatnya," kata Benny, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (23/9/2014).
Benny menegaskan, Partai Demokrat melakukan pertimbangan panjang sebelum mengubah sikapnya dari mendukung pilkada melalui DPRD menjadi pilkada langsung. Sepuluh hal yang disyaratkan Demokrat, kata Benny, adalah upaya untuk menekan praktik politik uang dan pencegahan pada ekses politik sebagai dampak dari pilkada langsung. (Baca: Golkar Tolak Bahas 10 Syarat dari Partai Demokrat dalam RUU Pilkada)
"Tanpa dipenuhi persyaratan 10 pokok itu, posisi Demokrat tidak akan mendukung pilkada langsung," ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar menjelaskan, Panitia Khusus RUU Pilkada telah mengakomodasi sembilan dari sepuluh syarat yang diminta oleh Partai Demokrat. Satu syarat yang belum masuk dalam draf RUU Pilkada adalah mengenai syarat uji publik bagi kandidat kepala daerah.
Terkait syarat uji publik itu, kata Agun, perselisihan justru terjadi antara Fraksi Demokrat dan Fraksi PDI-P, Hanura, dan PKB yang sebenarnya mendukung pilkada langsung. Usulan Fraksi Demokrat bahwa uji publik menentukan lolos atau tidaknya seorang kandidat ditolak oleh tiga fraksi lain yang mendukung pilkada langsung.
"Ada satu masih sedang kita diskusikan. Yang posisi ini belum ada persetujuan dan kesepakatan karena yang memilih alternatif (pilkada) langsung belum bisa sepakat dengan usulan Fraksi Demokrat," ujarnya.
Berikut adalah 10 syarat yang diajukan Partai Demokrat untuk mendukung pilkada langsung:
1. Uji publik atas integritas calon gubernur, calon bupati, dan calon wali kota
2. Efisiensi biaya penyelenggaraan pilkada mutlak dilakukan
3. Perbaikan atas pengaturan dan pembatasan pelaksanaan kampanye terbuka
4. Akuntabilitas penggunaan dana kampanye
5. Larangan politik uang dan sewa kendaraan partai
6. Meminta agar fitnah dan kampanye hitam dilarang
7. Larangan pelibatan aparat birokrasi
8. Larangan pencopotan aparat birokrasi pascapilkada
9. Perbaikan atas penyelesaian sengketa pilkada
10. Pencegahan kekerasan dan tanggung jawab calon atas kepatuhan pendukungnya
Perubahan sikap Demokrat ini mengubah peta politik di DPR. Kini, mayoritas fraksi di DPR memilih agar kepala daerah tetap dipilih langsung oleh rakyat.
Sebelumnya, usulan pilkada lewat DPRD mendominasi pembahasan RUU Pilkada di DPR. Partai Golkar (106 kursi), PPP (38 kursi), PAN (46 kursi), PKS (57 kursi), Partai Gerindra (26 kursi), yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, mendorong pilkada dilaksanakan melalui DPRD. Demokrat (148 kursi) sebelumnya juga berpendapat sama.
Jika tidak terjadi musyawarah mufakat, pengambilan keputusan bisa dilakukan secara voting. Total suara pendukung pilkada lewat DPRD, sebelum Demokrat berubah sikap, mencapai 421 kursi. Kini, peta politik berbalik.
Sebelumnya, hanya tiga parpol mendukung mekanisme pilkada tetap secara langsung, yakni PDI Perjuangan (94 kursi), PKB (28 kursi), dan Partai Hanura (17 kursi). Jika ditambah Demokrat, suara pendukung pilkada langsung di DPR mencapai 287 kursi.
Sementara itu, pendukung pilkada lewat DPRD sebanyak 273 kursi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.