"Pemberian PB (pembebasan bersyarat) ini sudah sesuai dengan prosedur sebagaimana ketentuan PP (Peraturan Pemerintah) No. 99 tahun 2012," ujar Akbar, dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Senin (1/9/2014).
Akbar mengatakan, ketentuan pemberian pembebasan bersyarat tertera dalam Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM No. M.HH-13.PK.01.05.06 tahun 2014 yang mengatur pelaksanaan PP No.99 tahun 2012 tentang remisi, asimilasi, cuti menjelang bebas, dan pembebasan bersyarat. Dalam peraturan tersebut, ditentukan bahwa mereka yang terkait tindak pidana dan sudah menjalani dua per tiga masa tahanan dimungkinkan diberikan pembebasan bersyarat selama berkelakuan baik, membayar uang pengganti atau denda yang diatur pengadilan, dan mendapat rekomendasi dari penegak hukum atau Dirjen Pemasyarakatan.
Sejak tanggal 23 Juli 2014, kata Akbar, Hartati telah menjalani dua per tiga masa pidana dan tidak pernah mendapatkan keringanan masa hukuman.
"Saat ini yang bersangkutan (Hartati) masih melaksanakan kewajibannya menjadi klien Bapas (Badan Pemasyarakatan) Jakarta Pusat di antaranya wajib melapor sebulan sekali," kata Akbar.
Akbar mengatakan, proses pemberian pembebasan bersyarat Hartati diputuskan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan di tingkat Unit Pelaksana Teknis di Rutan Pondok Bambu, di tingkat wilayah oleh Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta, dan oleh tim Tim Pengamat Pemasyarakatan tingkat pusat oleh Ditjen Pemasyarakatan.
Hartati mulai ditahan di Rutan Pondok Bambu pada 12 September 2012. Pada 4 Februari 2013 majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara kepada Hartati.
Hartati adalah Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation dan PT PT Cipta Cakra Murdaya (CCM). Ia terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.