Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Keberatan dengan Pembebasan Bersyarat Hartati Murdaya

Kompas.com - 31/08/2014, 15:57 WIB
Febrian

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch berkeberatan dengan pemberian pembebasan bersyarat yang diterima oleh Hartati Murdaya, terpidana kasus suap Bupati Buol (baca: Hartati Murdaya Dapat Pembebasan Bersyarat). ICW menilai vonis bebas bersyarat yang diberikan oleh Kementerian Hukum dan HAM kepada Hartati cacat hukum.

"Kita minta Menkum Ham cabut pembebasan bersyarat Hartati karena ini cacat hukum dan masih dalam perdebatan," kata Koordinator Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia di Menteng Jakarta Pusat, Minggu (31/8/2014) siang.

Emerson menilai ada kejanggalan dalam proses pembebasan bersyarat tersebut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, "hadiah" bebas bersyarat harus memenuhi syarat adanya rekomendasi dari Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan. Selain itu, pihak yang diberikan pembebasan bersyarat juga harus kooperatif dalam penuntasan kasus yang menjeratnya. "Selama ini kita tak melihat Hartati memebuhi persyaratan itu," ujar Emerson.

Kejanggalan lain, menurut Emeron, adalah waktu pemberian "hadiah" tersebut. Bila alasan terpidana telah menjalani 2/3 masa hukumannya, sedianya Hartati baru dapat dibebaskan pada November ini. Dalam menyikapi hal ini, ICW berencana mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mempertanyakan keabsahan dari pembebasan bersyarat yang diterima Hartati.

Hartati adalah Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation dan PT PT Cipta Cakra Murdaya (CCM). Wanita yang pernah menjadi Dewan Pembina Partai Demokrat itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.

Hartati mulai ditahan di Rumah Tahanan Pondok Bambu pada 12 September 2012. Pada 4 Februari 2013, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara Hartati. Ia mendapat vonis bebas bersyarat terhitung sejak 29 Agustus 2014.

Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menilai pembebasan bersyarat itu diberikan setelah Hartati memenuhi syarat yang diberikan. "Memang ini bukan kebijakan populer, tapi tolong dipahami, Hartati itu bukan dibebaskan, tapi (pembebasan) bersyarat," kata Amir saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (31/8/2014).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com