Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Australia Remehkan Indonesia, DPR Dukung Penarikan Dubes

Kompas.com - 18/11/2013, 20:30 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya mendukung rencana penarikan duta besar Indonesia di Australia untuk merespon kabar penyadapan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat lainnya.

Tantowi menganggap bahwa Pemerintah Australia dalam merespon kabar penyadapan sudah menganggap remeh Indonesia.

"Langkah penarikan dubes ini patut diapresiasi. Ini sudah seharusnya dilakukan saat PM Australia menganggap remeh soal ini, diperkuat dengan pernyataan Menlu Australia Juli Bishop di Perth bahwa dia tidak mengiyakan dan tidak membantah," ujar Tantowi di Kompleks Parlemen, Senin (18/11/2013).

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu menuturkan, respon itu tidak sebanding dengan reaksi Indonesia yang mengganggap persoalan penyadapan adalah isu penting.

Setelah pernyataan Menlu Australia itu, Perdana Menteri Australia Tony Abbott menyatakan bahwa pihaknya bukan melakukan penyadapan tetapi upaya mengumpulkan informasi.

"Ini adalah jawaban yang sangat menggelikan. Mereka anggap kita tidak mengerti dan membuat posisi kita seolah tidak ada apa-apanya di mata mereka. Keputusan Indonesia menarik dubes dan mengevaluasi dubes Australia di Jakarta serta mengevaluasi kerja sama di segala bidang adalah kerja sama yang patut didukung. Lebih bagus terlambat daripada tidak sama sekali," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia menyatakan akan memanggil duta besarnya dari Australia menyusul dugaan penyadapan telepon Presiden Yudhoyono oleh pemerintah Australia. Pernyataan itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Kementerian Luar Negeri pada Senin (18/11/2013).

Dugaan penyadapan itu mengemuka setelah kantor media Australia ABC dan harian Guardian menurunkan laporan bahwa Australia menyadap komunikasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan orang-orang dekatnya pada 2009.

Berdasarkan laporan itu sejumlah pejabat seperti Boediono, Jusuf Kalla, Jubir Presiden saat itu Dino Patti Djalal dan Andi Mallarangeng, Hatta Rajasa, Sri Mulyani, Widodo AS, dan Sofyan Djalil. Ibu Negara Ani Yudhoyono juga disebut sebagai target penyadapan.

Sementara itu Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto melalui pesan singkat telepon kepada BBC Indonesia mengatakan akan memanggil Duta Besar Australia Greg Moriarty untuk dimintai keterangan.

Dari Canberra, Perdana Menteri Australia Tony Abbott menolak menanggapi klaim bahwa badan intelijen Australia menyadap komunikasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2009.

Kantor berita ABC melaporkan Abbott berbicara di parlemen Australia, Senin (18/11/2013) dan menyatakan bahwa semua pemerintah negara di dunia tahu bahwa pemerintah negara lain mengumpulkan informasi.

"Pemerintah Australia tidak pernah berkomentar mengenai perihal intelijen spesifik, hal ini adalah tradisi pemerintah dari kedua persuasi politik dan saya tidak berniat mengubahnya hari ini," kata Abbott.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Nasional
Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

Nasional
JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

Nasional
Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Nasional
Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com