Pernyataan ini, menurut Usman, disampaikan Suciwati saat mendengar, pada 2 Oktober lalu, Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali terpidana pembunuh Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto. Hukuman Pollycarpus dikurangi dari 20 tahun menjadi 14 tahun penjara.
Usman mengenang Munir yang meninggal karena dibunuh pada 7 September 2004 sebagai simbol perlindungan dan perjuangan penegakan HAM di Indonesia.
"Munir menyadari sistem peradilan negeri ini rusak. Namun, dia tidak berhenti mencoba," kenang Usman, yang sejak 1998 bergaul dengan Munir di Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan.
Awalnya, Hendardi melihat ada harapan dalam penuntasan kasus Munir, apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005 pernah menyatakan penuntasan kasus ini merupakan the test of our history. Tahun itu, Presiden bahkan membentuk tim pencari fakta yang dipimpin Marsudi Hanafi dari kepolisian. Kejaksaan dan aktivis HAM tergabung di tim ini.
"Namun, dengan dikabulkannya PK Pollycarpus, semua itu seperti omong kosong. Sekarang, yang terlihat justru upaya mengulur waktu penuntasan kasus itu," ujar Hendardi.
Padahal, seperti disampaikan Choirul Anam, Ketua Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum), penuntasan kasus Munir merupakan utang Pemerintah Indonesia yang ditunggu dunia dan masyarakat Indonesia.
"Bulan Juni lalu Komite HAM PBB meminta Pemerintah RI menyelesaikan kasus Munir dalam waktu satu tahun, artinya pada pertengahan 2014. Namun, hukuman Pollycarpus malah dikurangi hingga sebentar lagi dia bebas. Padahal, dalang pembunuhan Munir belum terungkap. Permintaan maaf Badan Intelijen Negara dan Garuda Indonesia juga belum terdengar," kata Choirul. (Iwan Santoso)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.