JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai pemerintah terlambat menyikapi perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri yang terjadi belakangan ini.
"Sudah terlambat. Hal-hal seperti ini seharusnya tidak perlu ditunda," ujar Din dalam sebuah diskusi bertema "Quo Vadis Masa Depan KPK" di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Senin (8/10/2012).
Din menilai, seharusnya Presiden tidak lagi membuat pernyataan. Apalagi pernyataan tersebut rencananya baru disampaikan malam nanti dan dilakukan setelah muncul desakan publik.
Seharusnya, tambah Din, Presiden langsung saja mengambil tindakan menghentikan perseteruan kedua lembaga penegak hukum itu.
"Tidak ada salahnya langsung panggil pimpinan dua lembaga itu. Tinggal bilang, kalau itu salah maka hukum yang salah. Masak harus menunggu konferensi pers. Ini tidak lain dari teater saja. Kita sudah muak dengan cara-cara itu yang mengakibatkan menumpuknya masalah," kata Din.
Cara presiden yang mengulur-ulur masalah itu, lanjut Din, mengindikasikan Presiden tengah lari dari masalah. Ia pun pesimistis pidato Presiden nanti malam akan menyelesaikan masalah.
"Saya kira pidatonya sudah bisa kita bayangkan. Sangat normatif, sangat memesona, tidak ada isinya. Memukai tapi tidak menyelesaikan masalah," kata Din.
Selain mengomentari sikap Presiden Yudhoyono, Din juga menyayangkan sikap Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi yang justru menyalahkan media massa.
"Padahal, kalau tidak ada media, masyarakat tidak akan tahu KPK sedang begini. Ini lagu lama, ini ciri orang escaptis," ujarnya.
Seperti diberitakan, ketegangan KPK dan Polri meruncing menyusul upaya Polri menangkap penyidik KPK, Komisaris Novel Baswedan, pada Jumat (5/10/2012) malam lalu.
Novel yang tengah menyidik kasus dugaan korupsi Korlantas Polri dituding bertangung jawab atas kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian enam pencuri sarang walet di Bengkulu pada 2004.
Saat itu Novel masih berpangkat inspektur satu dan menjabat Kasatreskrim Polda Bengkulu. Surat perintah penangkapan Komisaris Novel Baswedan Nomor 136/X/2012 yang diterbitkan Polda Bengkulu didasarkan laporan dua dari enam korban penembakan atas nama Dedi Mulyadi dan Irwansyah.
Laporan keduanya diterima Polda Bengkulu pada 1 Oktober 2012. Terkait upaya penangkapan Komisaris Novel ini, KPK menyatakan sikapnya akan mempertahankan salah satu penyidik andalnya itu.
Novel dinilai berperan besar dalam sejumlah kasus yang ditangani seperti kasus dugaan korupsi pengadaan simulator ujian SIM Korlantas Polri, penangkapan Bupati Buol Amran Batalipu, kasus wisma atlet dan kasus dugaan korupsi pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau beberapa waktu lalu.
Desakan agar Presiden segera menyatakan sikapnya terkait konflik itu pun muncul di dunia maya melalui taggar twit #SaveKPK #Presidenkemana.
Dan, akhirnya melalui Menteri Sekretariat Negara Sudi Silalahi, Presiden Yudhoyono mengatakan segera mengambil alih kasus ini dan akan menyampaikan keterangan persnya hari ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.