JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Seven Strategic Studies Mulyana W Kusuma mengungkapkan, presiden Indonesia seharusnya meninggalkan segala jabatan di partai politik. Pasalnya, presiden bukan mewakili satu partai, tapi dapat mewakili dari semua partai politik yang berbeda ideologi.
"Presiden rakyat Indonesia itu bukan ketua dewan pembina partainya atau dia juga bukan ketua umum partai politiknya. Presiden sekarang harus mencontoh Bung Karno. Bung Karno itu, kalau ada HUT partai politik selain PNI seperti PKI, partai katolik, partai islam, dan partai lainnya maka Bung Karno berpidato karena beliau bukan menunjukkan diri sebagai pendiri PNI. Bung Karno berpidato sebagai presiden dari semua parpol," ujar Mulyana di Cikini, Jakarta, Sabtu (1/9/2012).
Dia mengungkapkan seorang presiden hendaknya legowo dengan menanggalkan jabaatan strukturalnya di partai, Dengan demikian, presiden bukan merupakan orang nomor satu dari salah satu partai tapi presidennya rakyat Indonesia.
Hal tersebut menurut mantan anggota KPU ini, berlaku juga untuk menteri, gubernur, walikota dan bupati. "Kalau hanya simpatisan parpol ya tidak masalah, tapi dia harus berhenti di jabatan struktural partai," tambahnya.
Mulyana menjelaskan, tindakan Sultan Hamengkubuwono X yang menaati UU Keistimewaan Yogyakarta untuk mundur dari Partai Golkar merupakan tindakan yang ksatria. Mulyana berharap tindakan Sultan dapat diikuti juga oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang merupakan ketua dewan pembina Partai Demokrat.
Hal tersebut, lanjutnya, agar Susilo Bambang Yudhoyono yang sekarang masih menjadi milik Partai Demokrat untuk menjadi milik rakyat Indonesia seperti halnya sultan yang menjadi milik seluruh rakyat Yogyakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.