JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsudin Haris memandang perlunya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mengaktifkan kembali kinerja jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah dalam pemutakhiran daftar pemilih sementara (DPS) yang akan digunakan dalam pemilihan presiden mendatang.
Haris mengatakan, sistem stelsel aktif yang termuat dalam UU Pemilu melemahkan proses pemutakhiran data pemilih karena masyarakat yang diminta mendatangi petugas untuk mengonfirmasi namanya di dalam DPS.
"Sebenarnya perlu revisi UU. Tapi apa masih bisa? Kalau bukan melalui revisi ya melalui Perppu," ujar Haris seusai diskusi di Pusat Tabulasi Nasional Pemilu 2009, Selasa (14/4).
Perppu tersebut harus memuat revisi aturan sistem stelsel aktif menjadi stelsel pasif di mana petugaslah yang secara aktif mendatangi masyarakat untuk memutakhirkan data dan KPU serta pemerintah menjamin setiap warga negara tercantum di dalamnya.
Terkait pemutakhiran data pemilih yang amburadul, Haris melihat kombinasi faktor kesengajaan dan kelalaian KPU dan jajarannya dalam proses pemilu. "Tapi tidak bisa dikatakan faktor kesengajaan berlaku secara nasional," ujar Haris.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.