Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Jika Revisi UU Kementerian Negara atau Perppu Dilakukan Sekarang, Tunjukkan Prabowo-Gibran Semacam Periode Ke-3 Jokowi

Kompas.com - 13/05/2024, 15:05 WIB
Novianti Setuningsih

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com- Pakar Hukum Tata Negara sekaligus Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti mengatakan, amandemen Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tidak mungkin dilakukan pada pemerintahan saat ini karena tidak ada dalam prioritas legislasi tahun 2024.

Meskipun, UU Kementerian Negara masuk dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) 2019. Tetapi, tidak tertulis akan dilakukan pada 2024.

“Jadi, seharusnya tidak mungkin secepat itu mengubah prioritas (legilasi) tahun ini dulu,” kata Bivitri kepada Kompas.com, Senin (13/5/2024).

Ditambah lagi, menurut dia, banyak politisi yang saat ini lebih memikirkan tentang pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.

“Secara teori, tidak boleh presiden membuat kebijakan sepenting ini pada masa lame duck (masa transisi) seperti ini,” ujar Bivitri.

Baca juga: Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Bivitri juga mengatakan, tidak ada kepentingan negara untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mengubah jumlah kementerian. Apalagi, dikaitkan dengan gagasan menambah jumlah kementerian di era pemerintahan berikutnya yang akan dipimpin Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

“Semata-mata ini kepentingan untuk membagi kekuasaan,” katanya.

Dia menyebut, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 138/PUU-VII/2009 juga tidak bisa jadi parameter presiden menerbitkan Perppu tersebut.

Putusan MK itu diketahui menyebut ada tiga syarat sebagai parameter adanya kegentingan memaksa yang menjadi alasan presiden menerbitkan Perppu.

Ketiga hal tersebut adalah adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang. Lalu, belum adanya UU sehingga terjadi kekosongan hukum atau UU tidak memadai.

Kemudian, kekosongan hukum tidak dapat diatasi dengan membuat UU secara prosedur biasa karena memerlukan waktu cukup lama. Sedangkan keadaan mendesak dan perlu kepastian hukum.

Baca juga: Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Namun, Bivitri menyinggung bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Terbukti, revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi dilakukan jelang akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode pertama.

“ingatkan dulu revisi UU KPK tahun 2019 juga di ujung-ujung (masa pemerintahan) begini, September 2019 dan hanya dalam waktu dua minggu (prosesnya) dan sangat tertutup,” ujarnya.

Oleh karena itu, Bivitri mengatakan, apabila revisi UU Kementerian Negara dilakukan atau Perppu diterbitkan pada periode akhir pemerintahan Jokowi, maka menunjukkan pemerintahan ke depan adalah periode ke-3 Jokowi.

“Kalau perubahan/Perppu (UU Kementerian Negara) dilakukan sekarang juga, benar-benar menunjukkan bahwa Prabowo-Gibran adalah semacam periode ke-3 Jokowi,” kata Bivitri.

Baca juga: Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Halaman:


Terkini Lainnya

Ingin Duetkan Kaesang dengan Zita Anjani, PAN: Sudah Komunikasi

Ingin Duetkan Kaesang dengan Zita Anjani, PAN: Sudah Komunikasi

Nasional
Ada Tiga Anak Yusril, Ini Susunan Lengkap Kepengurusan Baru PBB

Ada Tiga Anak Yusril, Ini Susunan Lengkap Kepengurusan Baru PBB

Nasional
Polri Usut Dugaan Pidana Terkait Serangan 'Ransomware' di PDN

Polri Usut Dugaan Pidana Terkait Serangan "Ransomware" di PDN

Nasional
Siap Kembalikan Uang, SYL: Tetapi Berapa? Masa Saya Tanggung Seluruhnya...

Siap Kembalikan Uang, SYL: Tetapi Berapa? Masa Saya Tanggung Seluruhnya...

Nasional
Heru Budi: Rusunawa Marunda Bakal Dibangun Ulang, Minimal 2 Tower Selesai 2025

Heru Budi: Rusunawa Marunda Bakal Dibangun Ulang, Minimal 2 Tower Selesai 2025

Nasional
Pusat Data Nasional Diretas, Pengamat Sebut Kemekominfo-BSSN Harus Dipimpin Orang Kompeten

Pusat Data Nasional Diretas, Pengamat Sebut Kemekominfo-BSSN Harus Dipimpin Orang Kompeten

Nasional
SYL Mengaku Menteri Paling Miskin, Rumah Cuma BTN Saat Jadi Gubernur

SYL Mengaku Menteri Paling Miskin, Rumah Cuma BTN Saat Jadi Gubernur

Nasional
Uang dalam Rekening Terkait Judi Online Akan Masuk Kas Negara, Polri: Masih Dikoordinasikan

Uang dalam Rekening Terkait Judi Online Akan Masuk Kas Negara, Polri: Masih Dikoordinasikan

Nasional
Anak-anak Yusril Jadi Waketum, Bendahara, dan Ketua Bidang di PBB

Anak-anak Yusril Jadi Waketum, Bendahara, dan Ketua Bidang di PBB

Nasional
Satgas Judi Online Gelar Rapat Koordinasi Bareng Ormas Keagamaan

Satgas Judi Online Gelar Rapat Koordinasi Bareng Ormas Keagamaan

Nasional
MUI Dorong Satgas Pemberantasan Judi Online Bekerja Optimal

MUI Dorong Satgas Pemberantasan Judi Online Bekerja Optimal

Nasional
Saat SYL Singgung Jokowi Pernah Jadi Bawahannya di APPSI...

Saat SYL Singgung Jokowi Pernah Jadi Bawahannya di APPSI...

Nasional
MUI Apresiasi Rencana Kemenag Edukasi Calon Pengantin Terkait Bahaya Judi Online

MUI Apresiasi Rencana Kemenag Edukasi Calon Pengantin Terkait Bahaya Judi Online

Nasional
Pengadilan Tipikor Bakal Adili Lagi Perkara Hakim MA Gazalba Saleh

Pengadilan Tipikor Bakal Adili Lagi Perkara Hakim MA Gazalba Saleh

Nasional
Kemenag Minta Penghulu Edukasi Bahaya Judi 'Online' ke Calon Pengantin

Kemenag Minta Penghulu Edukasi Bahaya Judi "Online" ke Calon Pengantin

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com