JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Gomar Gultom, kembali menagih presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan konflik Papua.
Ia menagih janji tersebut karena pendekatan yang dilakukan pemerintah dalam konflik Papua semakin mengarah pada kekerasan, dengan digunakannya istilah Organisasi Papua Merdeka (OPM).
"Saya lihat dari bacaan saya pengalihan nama KKB kepada OPM ini menjadi sangat kontras atas apa yang diucapkan kepala negara kita baik presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada masa beliau, maupun apa yang dikatakan presiden Joko Widodo selama presidensial beliau," ujar Gomar dalam diskusi Amnesty Internasional melalui daring, Jumat (3/5/2024).
Baca juga: Polemik Perubahan Istilah KKB Jadi OPM, Dianggap Tak Selesaikan Konflik di Papua
Gomar mengatakan, SBY berkali-kali mengatakan akan menyelesaikan masalah di Papua menggunakan pendekatan dengan hati. Ucapan ini berkali-kali dikatakan SBY, termasuk dalam hasil pertemuan para pimpinan gereja di Papua pada 2011 silam.
Dalam pertemuannya di Cikeas, SBY menyebut masalah bisa selesai dengan cara win-win solution.
"Dari SBY sendiri yang mengatakan saat itu "kita hanya bisa menyelesaikan masalah Papua dengan win-win solution, istilah itu dia pakai," Jakarta punya keinginan kesatuan NKRI untuk Papua, teman-teman i Papua ingin merdeka, tapi saya yakin ada win-win solution kata beliau," ucap Gomar.
"Sayangnya percakapan ini tidak berlanjut," sambung Gomar.
Baca juga: Pemerintah Didesak Beri Penjelasan Usai TNI Ubah Nomenklatur KKB Jadi OPM
Hal senada juga dikatakan Presiden Joko Widodo.
Presiden aktif Republik Indonesia ini mengatakan masalah Papua bisa diselesaikan dengan pendekatan kultural.
"Pak Joko Widodo selalu mengatakan pendekatan kultural. Pendekatan kultural lah yang bisa selesaikan masalah Papua, kata beliau," tutur Gomar.
Pada 2014, setelah terpilih, Jokowi mengunjungi Papua dan melakukan pertemuan dengan beragam tokoh Papua.
Saat itu Gomar ikut dan meminta agar Jokowi tidak memulai pendekatan masalah Papua dari nol, tetapi bisa mengikuti road map yang telah disusun oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang sekarang menjadi Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN).
"Sayangnya kemudian sepemahaman saya, Pak Jokowi lebih memusat pada pembangunan infrastruktur. Jelas ini sesuatu yang positif kalau dilihat sepintas, tetapi juga tidak bisa menyelesaikan masalah kalau di sisi itu, apalagi kalau pendekatannya top-down," imbuh Gomar.
Baca juga: Peneliti BRIN: Apakah dengan Mengubah KKB Jadi OPM Akan Akhiri Krisis Kemanusiaan di Papua?
Dia juga menyebut, telah belasan kali Jokowi ke Papua, namun tak ada solusi karena yang ditemui tak lagi orang-orang yang berseberangan dengan pemerintah pusat.
"Setidaknya 17 kali Presiden ke Papua, namun pertemuannya hanyalah dengan pihak-pihak dalam tanda petik Pro Jakarta dan tidak pernah berdialog dengan pihak-pihak di luar itu, bahkan dengan MRP pun tidak pernah," tutur Gomar.
Oleh sebab itu, dia khawatir dua presiden sebelumnya telah melanggar ucapannya sendiri yang menyebut solusi Papua bisa diselesaikan dengan cara damai.
Kini langkah militer dilakukan dengan implikasi yang menakutkan dan bisa membawa warga sipil menjadi korban konflik bersenjata.
"Saya melihat nomenklatur OPM akan ada pendekatan keamanan pada setiap persoalan di Papua, dan itu kekhawatiran terutama akan mengabaikan pendekatan hukum yang mesti dilakukan kepolisian, kekhawatiran paling dalam," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.