Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kompas.com - 01/05/2024, 12:10 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman menilai, kasus dugaan korupsi dan pemerasan yang menjerat mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) membuktikan lemahnya pengawasan di kementerian/lembaga.

Pasalnya, SYL memeras para anak buahnya hingga miliaran rupiah untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

“Di sini problem pengawasannya tumpul, juga tidak ada wishtle blowing system (sistem pelaporan pelanggaran) yang berjalan di internal Kementerian Pertanian sampai terakumulasi sedemikian lama dan banyak, baru kemudian meletus menjadi kasus,” kata Zaenur dalam progam Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Selasa (30/4/2024).

Berkaca dari kasus SYL, menurut Zaenur, perlu dilakukan evaluasi mengenai pengawasan di internal kementerian/lembaga. Bukan hanya di Kementan, Zaenur khawatir, hal serupa juga terjadi di kementerian/lembaga lainnya atau pemerintah daerah.

Baca juga: Terungkap, Uang Kementan Dipakai untuk Biayai Pembelian Kacamata, Mobil, dan Sunatan Cucu SYL

Zaenur juga berpandangan, perlu adanya evaluasi mengenai pendapatan yang diterima para menteri. Ada menteri yang pernah mengeluhkan gaji mereka rendah di kisaran Rp 20 juta per bulan.

Namun, sedianya, setiap bulan para pembantu presiden menerima dana operasional menteri (DOM) bernilai ratusan juta rupiah. Jika diakumulasikan, dana operasional menteri bisa mencapai miliaran rupiah setiap tahunnya.

“Jadi memang ini perlu dilakukan review tentang kesejahteraan bagi menteri,” ujar Zaenur.

Perihal DOM tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 268/PMK.05/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Dana Operasional Menteri/Pimpinan Lembaga.

Dana operasional itu disebut dapat digunakan secara leluasa oleh menteri sesuai dengan diskresinya, lantaran bersifat sangat fleksibel tanpa perlu pertanggungjawaban yang rigid.

Dengan adanya dana operasional ini, Zaenur menilai, keterlaluan jika SYL memeras anak buah untuk kepentingan pribadi dan keluarga. Apalagi, pemerasan itu dilakukan secara terang-terangan.

“Biasanya dalam kasus korupsi ketika transaksi menggunakan idiom-idiom untuk menghindari aparat penegak hukum. Tetapi dalam kasus ini sepertinya tidak ada tedeng aling-aling, semuanya disampaikan dengan sangat vulgar,” kata Zaenur.

“Dari atas meminta kepada bawahan, bawahan meminta kepada bawahan lagi, dan kemudian bawahan itu meminta kepada vendor untuk disediakan sejumlah dana, ditukar dengan paket-paket pekerjaan, mungkin barang atau jasa di Kementerian Pertanian,” lanjutnya.

Zanur pun menilai, kasus korupsi dan pemerasan yang melibatkan SYL sangat banal.

“Menurut saya, sangat tidak patut dicampurkan dengan kepentingan kedinasan. Misalnya, skincare untuk anak dan untuk cucu, beli emas untuk kondangan, atau untuk mencicil kartu kredit. Ini menunjukkan perilaku korupsi yang sangat banal,” tuturnya.

Baca juga: Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: Skincare Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Sebelumnya diberitakan, mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) diduga menggunakan uang Kementan untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Uang Kementan tersebut juga disinyalir mengalir ke istri, anak, hingga cucu SYL.

Hal itu diungkap oleh sejumlah saksi yang hadir dalam sidang kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang menjerat politikus Partai Nasdem tersebut.

Kepentingan pribadi yang dimaksud, misalnya, untuk membayar pembelian mobil anak SYL, pembelian kacamata SYL dan istri, pembiayaan operasional rumah dinas, sunatan cucu, hingga ulang tahun cucu.

SYL juga disebut pernah meminta Kementan untuk membayar tagihan kartu kredit, uang bulanan istri, membayar cicilan mobil, skincare anak dan cucu, emas hadiah kondangan, pemeliharaan aparatemen, hingga biaya dokter kecantikan anak SYL.

Adapun dalam perkara ini, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ridwan Kamil Sebut Pembangunan IKN Tak Sembarangan karena Perhatian Dunia

Ridwan Kamil Sebut Pembangunan IKN Tak Sembarangan karena Perhatian Dunia

Nasional
Jemaah Haji Dapat 'Smart' Card di Arab Saudi, Apa Fungsinya?

Jemaah Haji Dapat "Smart" Card di Arab Saudi, Apa Fungsinya?

Nasional
Kasus LPEI, KPK Cegah 4 Orang ke Luar Negeri

Kasus LPEI, KPK Cegah 4 Orang ke Luar Negeri

Nasional
Soal Anies Maju Pilkada, PAN: Jangan-jangan Enggak Daftar Lewat Kami

Soal Anies Maju Pilkada, PAN: Jangan-jangan Enggak Daftar Lewat Kami

Nasional
Kontras: 26 Tahun Reformasi, Orde Baru Tak Malu Menampakkan Diri

Kontras: 26 Tahun Reformasi, Orde Baru Tak Malu Menampakkan Diri

Nasional
Dilaporkan Ke Polisi, Dewas KPK: Apakah Kami Berbuat Kriminal?

Dilaporkan Ke Polisi, Dewas KPK: Apakah Kami Berbuat Kriminal?

Nasional
KPK Sita Mobil Mercy di Makassar, Diduga Disembunyikan SYL

KPK Sita Mobil Mercy di Makassar, Diduga Disembunyikan SYL

Nasional
Anggota Komisi X Usul UKT Bisa Dicicil, Kemendikbud Janji Sampaikan ke Para Rektor

Anggota Komisi X Usul UKT Bisa Dicicil, Kemendikbud Janji Sampaikan ke Para Rektor

Nasional
PKB-PKS Jajaki Koalisi di Pilkada Jatim, Ada Keputusan dalam Waktu Dekat

PKB-PKS Jajaki Koalisi di Pilkada Jatim, Ada Keputusan dalam Waktu Dekat

Nasional
Amnesty Internasional: 26 Tahun Reformasi Malah Putar Balik

Amnesty Internasional: 26 Tahun Reformasi Malah Putar Balik

Nasional
Dilangsungkan di Bali, World Water Forum Ke-10 Dipuji Jadi Penyelenggaraan Terbaik Sepanjang Masa

Dilangsungkan di Bali, World Water Forum Ke-10 Dipuji Jadi Penyelenggaraan Terbaik Sepanjang Masa

Nasional
Kritik RUU Penyiaran, Usman Hamid: Negara Harusnya Jamin Pers yang Independen

Kritik RUU Penyiaran, Usman Hamid: Negara Harusnya Jamin Pers yang Independen

Nasional
Ahli Sebut Struktur Tol MBZ Sulit Diperkuat karena Material Beton Diganti Baja

Ahli Sebut Struktur Tol MBZ Sulit Diperkuat karena Material Beton Diganti Baja

Nasional
DKPP Panggil Desta soal Ketua KPU Diduga Rayu PPLN

DKPP Panggil Desta soal Ketua KPU Diduga Rayu PPLN

Nasional
Anggap Publikasikan Nama Calon Menteri Tidak Tepat, PAN: Tunggu Prabowo Minta Dulu

Anggap Publikasikan Nama Calon Menteri Tidak Tepat, PAN: Tunggu Prabowo Minta Dulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com