KOMPAS.com - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Daerah Pemilihan (Dapil) Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (DKI) Jakarta Fahira Idris mengatakan, pola hidup tidak sehat masih jadi tantangan besar bidang kesehatan masyarakat Indonesia.
Dia mengungkapkan, pola hidup tidak sehat menjadi “biang” kenaikan prevalensi penyakit tidak menular (PTM) secara global, termasuk di Indonesia.
Menurutnya, ancaman PTM yang semakin nyata itu harus menjadi perhatian bersama. Sebab, pada saat yang sama, masyarakat juga dihadapkan pada tantangan ancaman polusi udara, akses air bersih, sanitasi layak, dan pengelolaan limbah.
“Merokok, konsumsi minuman beralkohol, kurang aktivitas fisik atau olahraga, serta kurang konsumsi buah dan sayur meningkatkan prevalensi PTM di semua lapisan kalangan masyarakat dunia termasuk di Indonesia,” katanya di Jakarta, dalam siaran pers, Minggu (7/4/2024).
Pada saat yang bersamaan, kata Fahira, Indonesia juga masih menghadapi tantangan kesehatan lain, yaitu kondisi lingkungan yang tidak mendukung terutama ancaman polusi udara.
Oleh karenanya, momentum Hari Kesehatan Sedunia yang diperingati setiap 7 April diharapkan menjadi evaluasi bagi masyarakat dunia, terutama para pengambil kebijakan untuk lebih fokus kepada isu-isu kesehatan.
Salah satunya adalah pola hidup tidak sehat yang menjadi penyebab utama kenaikan prevalensi PTM, seperti tekanan darah tinggi, stroke, jantung dan diabetes.
Berbagai data menunjukkan, praktik pola hidup tidak sehat terus meningkat.
Sejak 2013, prevalensi merokok pada remaja (10-18 tahun) terus meningkat, yaitu 7,2 persen dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013), 8,8 persen dari Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas 2016), dan 9,1 persen (Riskesdas 2018).
Jika merujuk data Global Youth Tobacco Survey (2019), prevalensi remaja perokok aktif di Indonesia tercatat sebesar 18.8 persen, bahkan meningkat menjadi 22,04 persen jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022.
Baca juga: Wacana Pramuka Jadi Kokurikuler, Fahira Idris: Ide Ini Layak Dipertimbangkan
Namun, BPS menyebutkan, konsumsi minuman alkohol orang Indonesia terus mengalami penurunan selama enam tahun terakhir.
Pada 2017, rata-rata konsumsi alkohol tiap orang atau per kapita sebesar 0,54 liter, atau turun menjadi 0,48 pada 2018 dan kembali turun menjadi 0,41 pada 2019.
Penurunan juga terjadi tiga tahun kemudian. Pada 2020, rata-rata konsumsi minuman alkohol menjadi 0,39 liter per kapita, lalu turun menjadi 0,36 pada 2021, dan turun menjadi 0,33 liter per kapita 2022.
Fahira menambahkan, masalah kesehatan lainnya adalah proporsi aktivitas fisik dan konsumsi buah dan sayur orang Indonesia yang masih sangat rendah.
Riskesdas 2018 menunjukkan, proporsi penduduk Indonesia usia lebih dari 10 tahun yang kurang melakukan aktivitas fisik jumlahnya meningkat dari 26,1 persen pada 2013 menjadi 33,5 persen pada 2018.
Baca juga: Pramuka Dicabut sebagai Ekskul Wajib, Fahira Idris Minta Mendikbud Ristek Berikan Penjelasan
Sementara itu, data Sport Development Index (SDI) 2022 menyebutkan, tingkat kebugaran masyarakat Indonesia hanya 0,194 persen, dan tingkat kesehatan sebesar 0,425 persen.
Konsumsi buah dan sayur masyarakat Indonesia juga masih rendah. Riskesdas 2018 mencatatkan sebanyak 95,5 persen orang Indonesia masih kurang mengonsumsi buah dan sayur dengan porsi yang cukup.
Fahira mengatakan, merokok, mengonsumsi alkohol, serta kurang aktivitas fisik dan mengonsumsi buah dan sayur menyebabkan peningkatan angka PTM di Indonesia.
“PTM ini bukan hanya soal kesehatan, tetapi juga soal ekonomi karena memerlukan biaya tinggi untuk pengobatannya,” jelas Ketua Pengurus Provinsi DKI Jakarta Senam Tera Indonesia itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.