JAKARTA, KOMPAS.com - Keuskupan Agung Jakarta menganggap sistem dan partai politik di Indonesia saat ini gagal mengedepankan prinsip meritokrasi.
Hal itu disampaikan Uskup Keuskupan Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo dalam pesan Paskah 2024.
Suharyo mengutip pernyataan itu dari buku berjudul "Mimpi tentang Indonesia" yang diterbitkan pada 2023 dan disunting oleh Budiman Tanuredjo.
Menurut Suharyo, seorang individu yang berkecimpung di dunia politik seharusnya menjalani kariernya secara berjenjang, dan tidak bisa mendadak menduduki posisi tertinggi di dalam partai.
"Itu maksudnya. Jadi mestinya kalau mau terlibat di politik mesti sekolah dahulu. Tidak tiba-tiba, tidak memiliki latar belakang apapun, menjadi tokoh, di dalam (politik) tidak bisa," kata Suharyo dalam jumpa pers di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, Minggu (31/3/2024), dikutip dari Tribunnews.com.
Suharyo mengatakan, individu yang berkecimpung di dunia politik seharusnya merasakan berkarier dari posisi paling bawah, misalnya dari kepengurusan ranting, cabang, daerah, sampai pusat.
Jika dianggap berprestasi atau loyal serta memiliki bakat buat menjadi politikus ulung, maka barulah individu itu dipertimbangkan buat diusung menjadi pimpinan.
Baca juga: Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati
Suharyo mengatakan, praktik karier berjenjang berdasarkan kemampuan dan prestasi itulah yang dinamakan meritrokrasi yang mestinya diutamakan di dalam proses kaderisasi di dalam partai politik.
"Saya mengambil contoh beberapa waktu lalu saya ditanya oleh seorang Caleg diminta untuk mendukung Caleg itu. Saya tidak kenal, maka saya bertanya Anda sudah berbuat apa untuk masyarakat?" ujar Suharyo.
Suharyo mengatakan, jika seorang individu mendadak meminta dukungan politik tetapi sebelumnya tidak berkontribusi terhadap masyarakat atau rekam jejaknya di partai politik hanya sebagai kader "karbitan" maka hal itu mestinya memicu kecurigaan masyarakat.
"Lain halnya kalau dia menjadi aktivis di dalam lingkungan masyarakatnya. Misalnya menggerakkan para petani. Atau menghimpun para penjual tempe dibina supaya tempenya menjadi lebih lebih," ucap Suharyo.
Baca juga: Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024
Suharyo mengatakan, jika seseorang sudah berkontribusi untuk masyarakat, artinya individu itu memiliki modal buat meraih dukungan politik walaupun kecil.
"Tetapi kalau belum membuat apa-apa sudah mau jadi caleg lebih baik tidak usah saja. Maaf saya harus mengatakan demikian, sama dengan di dalam partai politik," ujar Suharyo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.