JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) menghentikan pengusutan dugaan korupsi menyangkut Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) jika obyek perkaranya sama.
Adapun dugaan korupsi di LPEI menjadi sorotan setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan 6 perusahaan penerima kredit ekspor ke Jaksa Agung S.T. Burhanuddin.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung terlebih untuk memastikan apakah perkara yang ditangani lembaganya sama dengan yang diadukan Sri Mulyani.
Dengan kata lain, KPK belum mengetahui persis apakah perkara LPEI di Kejaksaan sama dengan di lembaga antirasuah.
“Kalau obyeknya sama tentu ya nanti kami yang pasti menangani, karena kami sudah mendapatkan Sprindik (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan),” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2024).
Alex mengungkapkan, ketika Kejaksaan Agung beserta Kementerian Keuangan menggelar konferensi pers menyangkut perkara LPEI pada Senin (18/3/2024), penyelidik KPK menyatakan tengah mengusut perkara itu.
Laporan dugaan korupsi LPEI di KPK telah diterima sejak 10 Mei 2023. Setelah ditelaah oleh Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM), aduan itu mulai diselidiki oleh Direktorat Penyelidikan pada Februari 2024.
Ekspose pun digelar pada 19 Maret 2024 dan disepakati kasus itu naik ke tahap penyidikan tanpa menetapkan tersangka. Namun, mereka bersepakat terdapat dugaan korupsi di kredit LPEI terhadap PT PE, PT RII, dan PT SMYL.
Baca juga: KPK Mengaku Terima Laporan Dugaan Korupsi LPEI dan Ditelaah Sejak Mei 2023
“Staf kami di (Kedeputian) Penindakan menyampaikan bahwa, ‘kami juga sedang menangani perkara itu dan kami siap dilakukan ekspose’,” tutur Alex.
Berkaitan dengan aduan yang disampaikan Sri ke Jaksa Agung, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengutip aturan Pasal 50 Undang-Undang KPK.
Pasal tersebut menyatakan, jika terdapat kasus korupsi dan KPK belum melakukan penyidikan, sementara perkara itu telah disidik kepolisian atau kejaksaan maka instansi itu wajib memberitahukan ke KPK paling lambat 14 hari kerja, terhitung sejak penyidikan dimulai.
Kemudian, penyidikan perkara tersebut, baik oleh kejaksaan atau kepolisian, harus berkoordinasi secara terus menerus dengan KPK.
Sementara, dalam kasus korupsi yang telah disidik KPK, maka kepolisian atau kejaksaan tidak lagi boleh mengusut kasus tersebut.
Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi LPEI dan 4 Perusahaan yang Rugikan Negara Rp 2,5 Triliun
“Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan dan KPK, penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut segera dihentikan,” kata Ghufron membacakan pasal tersebut.
Sebelumnya, Sri Mulyani melaporkan dugaan kecurangan 6 perusahaan ekspor ke Kejaksaan Agung. Aduan itu langsung disampaikan ke Jaksa Agung S.T. Burhanuddin.
Adapun temuan yang dilaporkan Sri Mulyani ke Jaksa Agung ini adalah hasil pemeriksaan dari Tim Gabungan Terpadu yang terdiri dari Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha (Jamdatun), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, dan LPEI.
Indikasi kecurangan oleh 6 perusahaan itu mencapai Rp 2,5 triliun dengan rincian empat Perusahaan debitur itu yakni PT RII dengan nilai sebesar Rp 1,8 triliun, PT SMS sebesar Rp 216 miliar.
Baca juga: Usai Sri Mulyani ke Kejagung, KPK Umumkan Sidik Dugaan Korupsi Pemberian Kredit oleh LPEI
Kemudian, PT SPV sebesar Rp 144 miliar dan PT PRS sebesar Rp 305 miliar.
"Jumlah keseluruhannya adalah sebesar Rp 2,505,119 triliun. Teman-teman itu yang tahap pertama. Nanti ada tahap keduanya," ucap Burhanuddin, Senin (18/3/2024).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.