SEPERTINYA daftar tujuh keajaiban dunia untuk saat ini harus direvisi ulang. New Open Corporation (NOWC) telah melakukan pemungutan suara dari 100 juta orang lebih untuk menentukan 7 di antara 176 nominasi tempat bersejarah.
Selain Tembok Besar China; Taj Mahal di Agra, India; Petra, Yordania; Colosseum di Roma, Italia; Machu Picchu di Andes, Peru; Chichen Itza di Meksiko; serta patung Christ the Redeemer di Rio de Janeiro, Brasil, tidak ada satu pun wakil Indonesia yang terpilih.
Ada baiknya Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berada di Jalan Imam Bonjol, Jakarta juga diusulkan masuk dalam nominasi “tujuh keajaiban dunia”.
Betapa tidak, KPU dengan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik disingkat Sirekap kini dituding berbagai kalangan sebagai sumber “keajaiban” melonjaknya suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Padahal, awal dikenalkannya Sirekap di Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 begitu mulia, yakni aplikasi berbasis teknologi informasi yang digunakan untuk menyajikan hasil penghitungan suara dan memfasilitasi proses rekapitulasi hasil Pemilu.
Menjadi “terhina” ketika Sirekap tanpa disadari memiliki begitu banyak celah kerawanan yang bisa dimanipulasi dan dimanfaatkan untuk kepentingan pihak tertentu.
Ketika keberatan dan protes dilancarkan berbagai pihak, KPU akhirnya “baru sadar” kalau memang Sirekap bermasalah.
KPU pun tiba-tiba memutuskan untuk menghentikan penayangan grafik atau diagram rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2024 dalam Sirekap di situs pemilu2024.kpu.go.id per tanggal 6 Maret 2024 lalu.
KPU berdalih, tingginya tingkat kekeliruan pembacaan Sirekap terhadap formulir model C menyebabkan data perolehan suara tidak sesuai dengan hasil di tempat pemungutan suara (TPS) dan menimbulkan kesalahpahaman publik.
Adapun formulir model C merupakan catatan berita acara pemungutan dan penghitungan suara di TPS saat pemilu. Formulir itu memuat data perolehan suara pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (Capres-Cawapres), partai politik, dan calon anggota legislatif (Caleg).
Pada saat KPU menghentikan penayangan grafik dan diagram rekapitulasi, di ranah publik tengah “ramai” digunjingkan raihan suara PSI yang melonjak drastis.
Dalam beberapa hari terakhir, real count KPU menunjukkan suara PSI melonjak drastis 0,45 persen.
Pada 26 Februari 2024, raihan suara PSI hanya 2,68 persen, sedangkan di tanggal 5 Maret 2024 pukul 10.00 WIB partai itu malah sudah mengantongi 3,13 persen suara.
Dengan angka tersebut, PSI tinggal kurang 0,87 persen agar memenuhi syarat lolos ke Senayan.
Perolehan suara dalam real count KPU hasil perhitungan 542.432 TPS dari 823.236 TPS dengan total suara masuk mencapai 65,89 persen (Kompas.com, 05/03/2024).
Tidak pelak, raihan suara PSI “menjungkirbalikan” hasil hitung cepat atau quick count beberapa lembaga survei.
Perolehan suara PSI yang tertera dalam real count KPU lebih besar ketimbang beberapa lembaga survei seperti Litbang Kompas, Charta Politika, Indikator, LSI, Poltracking, dan Populi Center yang mencatat suara partai pimpinan putra bungsu Presiden Jokowi itu berada di bawah 3 persen.
Kejadian unik dan langka terjadi saat rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) yang berlangsung di Banjarmasin, Kamis, 7 Maret 2024 kemarin.