Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aria Bima: Kalau KPU Main-main dengan Suara Rakyat, Azabnya Lebih Bahaya dari Putusan DKPP

Kompas.com - 06/02/2024, 17:06 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus PDI-P Aria Bima mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak mempermainkan suara rakyat terkait Pemilu 2024.

Hal itu disampaikannya dalam menanggapi putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang dinilai melanggar kode etik atas pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).

"Hati-hati KPU ya. Saya sarankan Ketua KPU dan komisioner KPU jangan main-main dengan suara rakyat. Saya orang Jawa, seluruh komisioner yang main-main dengan suara rakyat yang memanipulasi kehendak rakyat, nasibnya enggak benar semua," kata Aria Bima ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/2/2024).

Baca juga: Muncul Desakan Gibran Mundur Usai DKPP Putuskan KPU Langgar Etik, Mungkinkah?

Ia pun mengingatkan para komisioner KPU lainnya jika kedapatan melakukan permainan dalam Pemilu 2024.

"Nasib hidupnya enggak akan benar, mungkin saja anak sampai cucunya. Kan itu vox populi, memang ada rakyat yang terbeli, yang dipengaruhi, tapi banyak suara rakyat yang jujur. Kalau dia main-main ayo, siapa Ketua KPU yang main-main yang nasibnya bagus siapa? Cek saja, kasih tahu sama mereka," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR ini.

Mengenai sikap PDI-P melihat putusan DKPP, Aria mengatakan, pihaknya menyerahkan hal tersebut kepada DKPP.

"Wilayah DKPP ini pemilu biar jalan dulu. Tapi komisioner dan Ketua KPU itu kan lebih berbahaya tadi azabnya lebih berbahaya daripada keputusan DKPP. Enggak percaya? Lihat komisioner KPU yang main-main dengan suara rakyat, selesai itu, tutup buku. Bahkan ada yang meninggal," ujar dia.

Diberitakan sebelumnya, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Senin (5/2/2024).


Hasyim dinilai melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta.

Baca juga: Arti Sanksi Peringatan Keras untuk Ketua KPU yang Langgar Kode Etik

Selain itu, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada 6 Komisioner KPU, yakni August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya Sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya Sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Nasional
Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Nasional
Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Nasional
Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Nasional
Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com