JAKARTA, KOMPAS.com - Situasi demokrasi di Indonesia dinilai memasuki era baru yang bisa lebih buruk karena semangat reformasi buat memperkuat prinsip negara hukum dan hal-hal substansif kerap tersingkir akibat kepentingan ekonomi.
Peneliti dari Lembaga Ilmu Bahasa, Negara, dan Antropologi Kerajaan Belanda (KITLV) Ward Berenschot terdapat 2 indikator yang memperlihatkan Indonesia kehilangan ruh Reformasi 1998 dan kembali mengarah kepada praktik demokrasi prosedural seperti masa Orde Baru.
Indikator pertama kemunduran demokrasi, kata Ward, adalah dominasi kekuatan oligarki di dunia politik Indonesia.
"Bahwa demokrasi di Indonesia dipimpin dan didominasi oleh orang yang sekaligus elite politik dan elite-elite ekonomi," kata Ward dalam kegiatan diskusi bertajuk "Cawe-cawe Presiden dan Senjakala Demokrasi: Outlook LP3ES 2024, yang dilakukan secara daring pada Minggu (28/1/2024).
Baca juga: Semangat Reformasi Dianggap Terhenti, Demokrasi Indonesia Diprediksi Semakin Mundur
Menurut Ward, menguatnya kelompok oligarki dalam dunia politik Indonesia berdampak terhadap produk kebijakan dalam 2 periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) cenderung mengutamakan kepentingan ekonomi.
Alhasil, kata Ward, hal itu kerap membuat ketika masyarakat sipil dalam kondisi tersingkir saat mendesak pemerintah buat membikin kebijakan yang berdampak terhadap demokrasi substantif.
Menurut dia, hal itu menjadi persoalan bagi gerakan masyarakat sipil buat mengingatkan pemerintah supaya tetap berada dalam jalur prinsip negara hukum dan demokrasi substansif.
Baca juga: LP3ES Prediksi Demokrasi Indonesia Bisa Semakin Memburuk
"Dan itu salah satu faktor yang juga membawa unsur kedua periode ini bahwa sekarang kekuatan ekonomi atau gerakan ekonomi atau kepentingan ekonomi lebih kuat dibanding dengan kekuatan demokratis," ujar Ward.
"Kalau untuk keinginan, kebutuhan untuk memperkuat demokrasi berantem dengan kepentingan ekonomi kecenderungan akan kalah karena ada dominasi oligarki itu di situ," sambung Ward.
Indikator kedua yang dinilai bisa membuat praktik demokrasi Indonesia memburuk adalah mengedepankan hal-hal yan prosedural ketimbang substantif.
Menurut Ward, praktik demokrasi prosedural tetap berjalan, seperti Pemilu dan Pilpres, sebagai prosedur buat memilih pemimpin dan cukup terbuka.
Baca juga: Ucapkan Selamat Ulang Tahun untuk Megawati, Cak Imin: Kawal Demokrasi dan Ketidakadilan
"Tapi itu prosedur saja karena orang, termasuk tokoh Indonesia, cukup senang dengan demokrasi prosedural," ujar Ward.
Akan tetapi, kata Ward, praktik demokrasi substansif buat memperkuat prinsip negara hukum, penguatan hak warga, kemandirian institusi negara, kebebasan pers, dan ruang untuk gerakan masyarakat sipil dinilai bakal melemah di masa mendatang.
"Demokrasi substansif tidak akan begitu baik dan begitu kuat dan itu memang dikhawatirkan, dan sulit bagi konsoliddasi civil society untuk tetap memperjuangkan demokrasi substansif itu," ucap Ward.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.