JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo melontarkan pernyataan kontroversial terkait Pemilu 2024.
Kapolri merasa bahwa perbedaan pendapat, yang lumrah dalam ajang pemilu, justru merupakan hal negatif karena disamaartikan dengan konflik.
"Yang kita cari adalah pemimpin yang bisa melanjutkan estafet kepemimpinan," ujar Sigit dalam Perayaan Natal Mabes Polri 2023 seperti dilihat dalam kanal YouTube Divisi Humas Polri, Kamis (11/1/2024).
"Bukan karena perbedaan, akhirnya bukan pemimpin yang kita cari, tapi yang kita pelihara perbedaan terus dan kemudian itu kita bawa dalam konflik," lanjut dia.
Baca juga: Klarifikasi Polri Terkait Pernyataan Kapolri soal Estafet Kepemimpinan
Sigit meminta semua pihak, termasuk tokoh lintas agama, untuk ikut mendinginkan suasana atau cooling system selama Pemilu 2024.
"Cooling system, saya titipkan, mumpung di sini yang hadir berbagai macam saudara-saudara dari lintas agama dan ini penting sekali kita sampaikan kepada jemaat kita, kepada jemaah kita untuk terus bisa menjaga persatuan dan kesatuan di tengah-tengah persatuan pendapat yang ada," ucap dia.
Dalam kesempatan itu, Sigit menambahkan, jajaran Polri memiliki tugas berat selama pemilu, di antaranya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di tengah adanya perbedaan pilihan pemilu.
Sigit berharap, perbedaan pendapat masyarakat jangan sampai merusak cita-cita seluruh masyarakat Indonesia.
"Kita menginginkan siapa pun pemimpin yang saat ini kemudian naik menjadi pasangan calon, tentulah para pemimpin-pemimpin terbaik," ujar dia.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menilai, dalam hal pemilu, Kapolri semestinya fokus bicara tugas dan fungsi kepolisian, yaitu menjaga ketertiban umum.
Julius mempersoalkan diksi "estafet" yang bersinonim dengan keberlanjutan, padahal diksi ini banyak menjadi jualan kandidat tertentu dalam masa kampanye Pilpres 2024.
"Kalau dia bicara soal pemimpin selanjutnya harus seperti A dan B sebelum bicara soal misi, itu kan dapat dimaknai sebagai sebuah suggestion, seperti usulan, sebaiknya kalau memilih seperti yang ini," ucap dia dikutip dari Kompas TV, semalam.
"(Jika) ada gagasan yang baru, isinya perubahan, merombak, (kemudian) dianggap bertentangan, dianggap jangan dipilih. Anggapan-anggapan yang sifatnya asumtif ini pasti ada di kepala publik," kata Julius.
Baca juga: Tak Persoalkan Pernyataan Kapolri, Nasdem: Siapapun yang Terpilih kan Estafet Kepemimpinan
Ia mengingatkan bahwa Presiden Jokowi, dalam pemilu sebelumnya, pernah mengungkapkan bahwa pemilu adalah kompetisi politik tertinggi.
Oleh sebab itu, sebaiknya semua pihak, utamanya pejabat tinggi negara, memiliki sensitivitas bersikap serta bertindak lebih hati-hati mempertimbangkan apa yang ada di kepala ratusan juta penduduk Indonesia.