JAKARTA, KOMPAS.com – Pengamat militer sekaligus Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf menegaskan bahwa anggaran belanja Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) seharusnya bukan menjadi hal rahasia di sektor pertahanan.
Apalagi, dia menegaskan bahwa belanja alutsista turut menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang bersumber dari pajak masyarakat.
Al Araf menyampaikan hal itu dalam diskusi dengan tajuk “Pasca Debat Capres Ketiga” yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan di Kawasan Jakarta Selatan, Selasa (9/1/2024).
“Nah karena kita berkepentingan dan kita menjadi bagian dari warga negara yang baik maka kita membayar pajak kepada negara sehingga semua pajak yang kita berikan kepada negara salah satunya untuk belanja alutsista, sektor pertahanan,” kata Al Araf.
Baca juga: Mahfud: Tidak Ada Data Rahasia Negara yang Diminta Dibocorkan Saat Debat Capres
“Konsekuensinya tidak ada rumusnya Kementerian Pertahanan atau pemerintah berdalih ini rahasia,” ujarnya melanjutkan.
Al Araf mengatakan, memang ada hal-hal tertentu di sektor pertahanan yang harus bersifat rahasia. Tetapi, hal itu tidak boleh membuat semua hal dalam sektor pertahanan sebagai rahasia.
Menurut dia, belanja alutsista yang bersumber dari uang rakyat juga perlu dijelaskan ke publik.
“Kita bayar pajak, pajak kita masuk APBN, APBN digunakan salah satu untuk sektor pertahanan, sehingga dia harus menjelaskan ke mana duit rakyat itu. Masuk kantong sendiri? Buat keluarganya? Atau untuk benar-benar membangun pertahanan dan keamanan? Kan itu tuh harus dijelaskan,” kata Al Araf.
Lebih lanjut, peneliti senior Imparsial ini pun menyoroti sektor pertahanan yang sudah memiliki sistem Peradilan Militer.
Oleh karena sektor pertahanan adalah barang publik atau public goods, Al Araf mengatakan, belanjanya harus dijelaskan secara akuntabel.
“Kenapa? karena dugaan, karena penyimpangan dalam sektor depan itu tinggi akibat dari lembaga independen seperti KPK tidak bisa masuk ke sektor pertahanan karena mereka punya mekanisme Peradilan Militer, tertutup,” ujarnya.
Diketahui, dalam debat pemilihan presiden (Pilpres) ketiga, capres nomor urut 2 Prabowo Subianto tidak mau membongkar sejumlah data pertahanan, Misalnya soal minimum essential force (MEF) dan pengadaan alutsista bekas yang dipersoalkan dua capres lainnya, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Padahal, Prabowo menuding bahwa kedua pesaingnya itu mengantongi data yang tidak tepat.
Prabowo yang juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) beralasan tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan data-data yang benar.
Selepas debat, Prabowo pun mengungkapkan kekecewaan kepada capres nomor urut 1 Anies Baswedan dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo yang menurutnya telah menyodorkan data yang salah dalam debat.
"Saya agak-agak sedikit kecewa dengan kualitas, terutama narasi yang disampaikan oleh paslon (pasangan calon) yang lain. Menurut saya, mereka pertama datanya banyak yang salah, keliru,” kata Prabowo.
Dia juga mengklaim bahwa data terkait pertahanan bersifat sakral sehingga tidak bisa diungkap begitu saja di muka publik.
"Pertahanan adalah sakral, dan tadi kalau tidak salah, ada paslon yang mengatakan untuk pertahanan tidak ada rahasia. Saya kira ini sangat lucu, ini sangat tidak pantas bagi seorang pemimpin. Justru masalah pertahanan, keamanan, itu sarat dengan hal-hal rahasia,” ujar Prabowo.
Baca juga: Bantah Prabowo, Pengamat Sebut Tak Semua Data Pertahanan Rahasia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.