SECARA esensi demokrasi, fenomena kampanye negatif dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas demokrasi. Dengan kampanye negatif, pemilih tidak hanya disodorkan aspek positif dari kandidat yang akan dipilihnya tanpa mengetahui aspek lain.
Dengan kampanye negatif, pemilih bakal mendapatkan sajian menu lengkap tentang kandidat yang akan dipilih, sisi baik dan buruknya, kekuatan dan kelemahannya.
Namun fenomena kampanye negatif di Indonesia cenderung tertutup dan kerap dipolitisasi dianggap tidak etis.
Kampanye negatif sering disamakan dengan kampanye hitam. Padahal kampanye hitam jelas berbeda dengan kampanye negatif.
Kampanye hitam bersandar pada pesan negatif yang tidak memiliki sumber data yang bisa dipertanggungjawabkan, menjatuhkan lawan tanpa fakta, bukti valid atau disebut fitnah atau berita bohong.
Sedangkan kampanye negatif merujuk pada informasi mengenai kelemahan lawan, yang berdasarkan fakta, yang bisa dikonfirmasi dan dipertanggung jawabkan.
Pemahaman yang salah tentang kampanye negatif, sehingga tidak mengherankan banyak politisi yang terlibat kasus kampanye negatif terpilih kembali menjadi pemimpin politik.
Bias definisi mengartikan kampanye negatif membuat kampanye negatif disalah pahami. Hal ini semakin kompleks karena perbedaan definisi tidak hanya terjadi pada lapisan pemilih saja, tetapi juga pada pemangku jabatan.
Seperti pendapat mantan komisioner KPU Ilham Saputra yang mengatakan kampanye negatif tidak sesuai aturan (cnnindonesia.com).
Bahkan ketua Badan Pengawas Pemilu juga ikut salah kaprah atas definisi kampanye negatif sehingga mengeluarkan pernyataan, penyebar kampanye negatif dapat dijerat pidana (cnnindonesia.com).
Meski banyak pendapat akademisi, bahkan pernyataan Menteri Mahfud MD yang memperbolehkan kampanye negatif, namun masih ada penyelenggara (KPU dan Bawaslu) yang memiliki pandangan keliru seperti di atas, membuat kampanye negatif belum menjadi saluran kampanye secara masif.
Kampanye negatif merupakan kegiatan menyebarkan pesan-pesan negatif kepada khalayak terkait informasi tentang lawan yang didasarkan pada fakta dan data.
Serangan informasi lawan dalam kampanye negatif terkait dengan aspek ketidakmampuan lawan. Sisi kelemahan lawan dan rekam jejak lawan yang dianggap tidak baik, seperti aneka skandal, masalah pilihan kebijakan dan masalah pribadi kandidat termasuk aspek religius.
Semua sisi ini harus diketahui pemilih, agar pemilih memiliki pembendaharaan informasi yang cukup tentang kandidat sebelum menentukan pilihannya di bilik suara.
Dalam demokrasi, kampanye negatif adalah stimulan untuk menghadirkan keseimbangan informasi. Saling kritik terhadap kebijakan maupun kemampuan personal masing-masing kandidat ataupun parpol dapat merangsang tumbuhnya rasionalitas pemilih.