Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Kapitalisme dan Kuasa Oligarki Berkedok Demokrasi

Kompas.com - 03/12/2023, 08:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMBANGUNAN akan selalu berada dalam konteks distribusi dan alokasi kekuasaan, karena akan terkait dengan siapa yang berkuasa dan apa yang ada di dalam kepalanya terkait dengan masa depan bangsa dan negara yang ia pimpin.

Pada ranah ideal, pembangunan tentu harus untuk semua warga negara, bukan untuk segelintir penguasa atau elite ekonomi semata. Namun dalam kenyataannya seringkali distribusi dan alokasi manfaat pembangunan tidak merata.

Nah, tepat pada ranah inilah negara harus mewujudkan peran etisnya melalui apa yang oleh Peter Evans (1998) disebut sebagai peran "husbandry" (the husbandry role).

Peran tersebut berkenaan dengan campur tangan negara untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi secara seimbang dan adil.

Dalam konteks itu pula negara harus terus diyakinkan bahwa pembangunan bukan sekadar wahana transaksi kekuasaan para elite dan pemilik modal.

Negara harus berperan untuk melindungi, mengawasi, dan mencegah terjadinya perilaku ekonomi yang dinilai dapat merugikan sebagian besar kelompok masyarakat yang ada.

Ketika peran-peran tersebut bisa dilakukan, maka di situlah negara mampu menunjukkan dirinya sebagai institusi rasional yang bisa mengawal seluruh proses pembangunan secara tepat.

Celakanya, di banyak kasus, negara seringkali luput untuk mendata satu per satu nisbah dari pembangunan yang telah diselenggarakan.

Akibatnya, anggaran pembangunan yang digelontorkan acapkali tidak menampilkan wajah kemakmuran, tetapi justru menyodorkan arogansi keinginan pemenang kontestasi di satu sisi dan kepentingan jejaring elite yang mengelilinginya di sisi lain.

Walhasil, ketimpangan yang akut beserta indeks kesejahteraan yang bergerak sangat lambat akan menjadi buahnya.

Oleh karena itu, untuk mengurai dan memperkecil disparitas dan ketimpangan, negara tidak boleh hanya bermain di zona hilir kebijakan. Masalah yang ada di hulunya pun harus terselesaikan.

Toh pemerintah memang harus menyegerakan penciptaan pusat-pusat pertumbuhan baru di daerah, meningkatkan integrasi dan interkonektivitas seluruh wilayah di Indonesia sehingga terjadi pemerataan pembangunan.

Lebih dari itu semua, hal terpenting adalah komitmen negara untuk memastikan seluruh program yang dicanangkan berjalan baik alias bukan hanya slogan politik untuk memenuhi libido pencitraan.

Mengatasi ketimpangan tidak bisa secara parsial dan tambal sulam. Perlu komitmen kuat dan formula yang tepat.

Tanpa itu semua, persoalan ketimpangan dan kesenjangan tak mungkin dapat diurai, justru di kemudian hari malah akan berkontribusi pada semakin defisitnya neraca sosial pembangunan kita.

Pertumbuhan ekonomi, misalnya, sejak beberapa tahun belakangan hanya berkutat pada angka 5 persen, bahkan pertumbuhan kuartal tiga tahun ini hanya di atas angka-angka tersebut sedikit.

Kondisi itu jelas membutuhkan perumusan strategi yang lebih tepat untuk mencapai pertumbuhan berkeadilan dengan tingkat pertumbuhan lebih tinggi di satu sisi, tapi juga berkualitas di sisi lain.

Poin utamanya, pemerintah perlu membuat dan merumuskan kebijakan koheren dan konsisten, tidak saja dalam menghadapi situasi ketidakpastian seperti hari ini, tapi juga dalam mencapai keadilan ekonomi yang lebih merata.

Banyak sektor perlu mendapat perhatian serius, bukan hanya infrastruktur yang dielu-elukan pemerintah.

Antara lain soal pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan sosial; soal pertanian, kedaulatan pangan dan energi; soal pembangunan industri dan daya saing; serta soal investasi dan infrastruktur.

Saat ini disparitas dan ketimpangan memang masih menjadi paradoks yang selalu menyertai pembangunan di Indonesia yang selama ini hanya mengedepankan kuantitas pertumbuhan ekonomi ketimbang kualitas pembangunan.

Akibatnya, ketimpangan terjadi secara multidimensi: antar wilayah, antarsektor, serta antarkelompok pendapatan.

Oleh karena itu, nilai moral yang tak boleh ditawar adalah negara wajib mengemban peran etisnya untuk menyelamatkan setiap jengkal wilayah dan penduduk yang menjadi tanggung jawabnya, sekaligus soal hidup dan penghidupan masyarakat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com