TENTULAH sangat imperatif bagi pemimpin untuk mengakomodasi dan memprioritaskan konsep negara maritim. Hal ini relevan, mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau.
Dalam pemilihan kepemimpinan nasional, karuan saja visi terhadap konsepsi bangsa maritim menjadi krusial. Terlebih Indonesia, sebagai negara maritim yang khas, memiliki hubungan erat dengan laut yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan budaya.
Dengan demikian, potensi maritim, seperti sumber daya laut yang melimpah, selanjutnya sektor perikanan dan kelautan, sebagai elemen vital dalam perekonomian.
Bersamaan pula pentingnya visi terhadap pelabuhan utama tidak bisa diabaikan, mengingat peran krusialnya dalam mendukung aktivitas perdagangan, distribusi barang, dan konektivitas antarwilayah.
Hal tersebut menandakan bahwa pemimpin harus memiliki komitmen terhadap pengembangan infrastruktur maritim, yang mencakup pelabuhan dan jaringan transportasi laut.
Selain aspek ekonomi, visi terhadap konsep bangsa maritim juga harus mencakup aspek budaya. Tradisi maritim Indonesia, seperti navigasi laut, perkapalan tradisional, dan keahlian kelautan turun-temurun, harus dijaga dan direpresentasikan.
Seni, musik, tarian, dan festival maritim menjadi wujud nilai-nilai budaya maritim yang perlu diperhatikan dalam visi pemimpin.
Representasi visi bangsa maritim tidak hanya mencakup aspek internal, tetapi juga mempertimbangkan peran Indonesia dalam konteks global.
Kerja sama regional dan global di bidang maritim, termasuk keamanan laut, penanganan bencana laut, dan perlindungan lingkungan laut, harus menjadi bagian integral dari visi pemimpin.
Visi bangsa maritim bukan sekadar retorika, tetapi arahan jangka panjang untuk memanfaatkan potensi laut secara berkelanjutan. Ini mencakup pengembangan sektor ekonomi maritim, infrastruktur, inovasi dan teknologi maritim, serta pertahanan maritim yang efektif.
Bila pemimpin tidak memprioritaskan konsep negara maritim, maka ada risiko menghadapi konsekuensi serius. Risiko ini melibatkan keamanan nasional, stabilitas sosial, pertumbuhan ekonomi, dan lingkungan laut.
Ancaman seperti perompakan, konflik bersenjata, penangkapan ikan ilegal, dan kerusakan lingkungan laut yang dapat menghancurkan fondasi ekonomi dan keamanan nasional –tak pelak lagi terjadi.
Dari itu pengembangan infrastruktur maritim, harus menjadi kunci bagi pertumbuhan ekonomi dan efisiensi perdagangan.
Maka calon pemimpin yang mengabaikan investasi dalam infrastruktur maritim dapat menghambat kemajuan ekonomi dan mengurangi daya saing negara di pasar global.
Kesetaraan dalam pembangunan wilayah maritim juga harus menjadi perhatian serius. Fokus yang kurang pada wilayah pesisir dapat memperdalam ketidaksetaraan, menciptakan ketidakstabilan sosial, dan merugikan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.