Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Singgung Status Anwar Usman Ipar Jokowi, Pelapor: Apa Bisa Independen?

Kompas.com - 01/11/2023, 10:35 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dinilai tidak independen dalam menangani perkara Nomor 90 Tahun 2023 karena statusnya sebagai adik ipar Presiden Joko Widodo.

Hal ini disampaikan Erick Esfaat, perwakilan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara selaku pelapor dugaan pelanggaran etik Anwar Usman.

"Apakah ketua majelis dalam perkara 90 itu bisa independen? Karena sangat erat sekali perkawinan, ipar, kami tidak yakin karena hubungan ini membuat seseorang tidak akan bisa independen," kata Erick dalam sidang pemeriksaan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (1/11/2023).

Baca juga: Ketua KPU: Semua Wajib Patuhi Putusan MK soal Usia Capres-Cawapres

Dengan situasi itu, Erick pun menduga bahwa pengambilan Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 itu dipengaruhi oleh sosok Jokowi.

Lebih lanjut, Erick juga mempersoalkan sikap Anwar yang ia anggap menyalahi prinsip keberpihakan karena ikut mengambil keputusan dalam perkara tersebut.

Ia mengingatkan, Anwar seharusnya tidak terlibat karena amggota keluarga atau keponakannya, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, punya kepentingan langsung dengan perkara itu.

"Kami melihat di sini ada hubungan kekeluargaan antara ketua majelis (perkara) nomor 90 kepada presiden. Presiden adalah pihak yang diminta keterangan, juga kepada Gibran yang disebutkan di dalam putusan tersebut," kata dia.

Erick juga mempersoalkan prinsip integritas Anwar karena kepemimpinannya dalam menangani perkara 90/2023 dinilai mempengaruhi para hakim konstitusi

Ia menyinggung, sikap para hakim konstitusi yang awalnya mayoritas menolak perubahan ketentuan terkait syarat pencalonan presiden dan wakil presiden, tapi berubah sikap setelah Anwar iktu menangani perkara tersebut.

"Kami melihat di sini ada pengaruh yang snagat luar biasa. Tanpa kehadiran daripada ketua majelis 90, kami berkeyakinan bahwa (mayoritas hakim MK) pasti akan menolak. Itu yang kami lihat," ujar dia.

Baca juga: Denny Indrayana Ungkap Alasan Sebut Kantor Kepresidenan Terlibat dalam Putusan MK

Dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Putusan ini pun menjadi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya tiga tahun.

Baca juga: Ada Tangis dalam Pemeriksaan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim MK, Nasib Gibran Terancam?

Tak lama setelah putusan itu, Gibran secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) maju sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).

Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju putusan itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com