JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menduga sindiran dari elite PDI-P hingga bakal capres Koalisi Perubahan Anies Baswedan terkait nepotisme bertujuan untuk menghancurkan reputasi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Pasalnya, Gibran bisa mendaftar sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) untuk pemilihan presiden (Pilpres) 2024 berkat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait usia capres-cawapres. Sedangkan, Ketua MK Anwar Usman merupakan paman Gibran.
Awalnya, Jamiluddin menyadari bahwa elite PDI-P dan pasangan Anies-Muhaimin Iskandar (AMIN) yang belakangan ini kerap menyindir pasangan Prabowo-Gibran.
Menurutnya, sindiran elite PDI-P dan pasangan AMIN itu tampaknya didasarkan pada dipilihnya Gibran menjadi bakal cawapres Prabowo.
"Kehadiran Gibran dinilai dipaksakan melalui skenario keputusan MK," ujar Jamiluddin saat dimintai konfirmasi, Senin (30/10/2023).
Baca juga: PDI-P Dinilai Harus Tegas, Pengamat: Jika Ada Nuansa Lemah, Justru Tertinggal Manuver Jokowi
Jamiluddin menjelaskan bahwa keputusan MK itu dianggap bagian dari kolusi dan nepotisme.
Padahal, menurutnya, para reformis saat menumbangkan Orde Baru memang memperjuangkan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) itu untuk dienyahkan dari negeri tercinta.
"Karena itu, para reformis sejak awal anti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Mereka ini mengharapkan era reformasi mampu membasmi KKN," kata Jamiluddin.
Oleh karena itu, ia menduga elite PDI-P dan pasangan AMIN mencoba mengangkat semangat reformasi untuk mengingatkan bahaya kembalinya nepotisme dan kolusi pada Pilpres 2024.
Ia menilai bahwa mereka berharap sindiran itu dapat membentuk pola pikir di masyarakat bahwa pasangan Prabowo-Gibran tidak reformis.
"Stigma itu tampaknya akan terus didengungkan elite PDI-P dan pasangan AMIN. Tujuannya bisa saja untuk menghancurkan reputasi pasangan Prabowo-Gibran," ujar Jamiluddin.
Baca juga: Deklarator Juanda: Pencalonan Gibran dengan Prabowo Adalah Politik Kolusi dan Nepotisme
Hanya saja, Jamiluddin tidak yakin isu KKN itu akan ampuh merusak reputasi pasangan Prabowo-Gibran.
Ia mengatakan, untuk kalangan terdidik dan urban, bisa jadi isu KKN menjadi hal penting dalam menilai pasangan capres-cawapres.
Sebab, isu anti KKN itu memang muncul dari kalangan terdidik, dan hingga sekarang masih diperjuangkan.
"Mereka ini bisa jadi akan anti terhadap pasangan yang dinilai berbau nepotisme dan kolusi," katanya.