JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi membantah, revisi terbatas UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada untuk mengamankan pihak tertentu.
Rencana revisi muncul setelah sebelumnya pemerintah sepakat menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mempercepat pelaksanaan Pilkada 2024.
Menurut Budi, opsi revisi dipuluh justru untuk menghindari pandangan negatif dari berbagai pihak. Termasuk, menepis anggapan bahwa dimajukannya pelaksanaan Pilkada 2024 untuk mengamankan pihak tertentu.
Baca juga: Pilkada Akan Dimajukan, Pemerintah Buka Opsi Revisi UU
"Enggak dong, bukan (tidak untuk mengamankan pihak tertentu). Itu kan isu. Makanya jangan ada perppu. Kalau ada perppu entar malah isunya kemana-mana," ujar Budi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (4/10/2023).
"Enggak, enggak perppu. Kan revisi terbatas dan itu kepentingan bersama. Argumennya jelas loh. Teknis," lanjutnya.
Argumen yang dimaksud Budi yakni jika Pilkada 2024 digelar pada 27 November 2024, maka diperlu waktu sekitar dua bulan hingga prosesnya selesai.
Sehingga ada kekosongan jabatan kepala daerah terjadi cukup lama sebelum akhirnya para kepala daerah hasil pilkada terpilih dilantik.
Baca juga: UU Pilkada Bakal Direvisi Agar Pilkada 2024 Bisa Dimajukan Bulan September
Meski ada penjabat (pj) gubernur, wali kota atau bupati, menurutnya, tetap ada batasan waktu bertugas bagi mereka.
Di sisi lain, kata Budi, pemerintah ingin agar jadwal pilkada yang maju bisa selaras dengan jadwal Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Dalam hal ini, Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil pemilu akan dilantik pada Oktober tahun depan.
Sementara itu, menurut Budi, idealnya Pilkada 2024 diselenggarakan oleh pemerintahan saat ini.
Sebab presiden dan wakil presiden terpilih mendatang juga memerlukan waktu untuk menyusun kabinetnya sendiri.
Baca juga: Kemendagri Siapkan Sanksi untuk Pemda yang Tak Anggarkan Dana Pilkada 2024
Menurutnya, jika pilkada tetap dilaksanakan pada 27 November 2024, maka para pejabat yang baru dilantik kurang ideal untuk menghadapi pemilihan kepala daerah secara serentak.
"Dari sisi pemerintahan? Masa menteri seminggu (bekerja) sudah ngurusin pilkada serentak, ini teknis loh. Coba dibayangkan coba," katanya.
"Mendagri yang baru misalnya 20 November dia dilantik masa (baru) seminggu (bekerja) dia ngurusin (pilkada)," tambahnya.