Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPA: Proyek Strategis Nasional Jokowi "Lapar Tanah", Picu 73 Konflik Agraria sejak 2020

Kompas.com - 24/09/2023, 16:54 WIB
Vitorio Mantalean,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat sedikitnya 73 konflik agraria meletus di berbagai wilayah sejak 2020, imbas beragam proyek strategis nasional (PSN).

KPA menilai, model-model pembangunan dan kebijakan PSN ini "lapar tanah", apalagi ditopang dengan UU Cipta Kerja yang dinilai bermuara pada liberalisasi industri.

Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, menyoroti bagaimana pemerintah terus-menerus membentuk badan-badan baru guna mendukung PSN ini.

Baca juga: Komnas HAM Minta Menteri ATR/BPN Tak Terbitkan HPL di Pulau Rempang


"Lembaga-lembaga baru ini menjadi negara di dalam negara yang diberikan kewenangan dan kekuasaan yang begitu luas untuk menguasai dan mengatur tanah dalam skala besar," ujar Dewi dalam diskusi peringatan Hari Tani 2023 yang diselenggarakan KPA secara virtual, Minggu (24/9/2023).

Ia menyinggung beberapa badan, seperti Bank Tanah, Otorita Ibu Kota Negara, Badan Pelaksana Otorita Danau Toba, Otorita Labuan Bajo, dan lembaga-lembaga sejenis diberikan berbagai keistimewaan termasuk penguasaan, penggunaan, pengelolaan tanah dan modal, hingga kewenangan pengembangan bisnis serta kemudahan bertransaksi

"Kewenangan dan aset negara yang diberikan kepada badan-badan baru semacam ini ibarat menciptakan negara dan kerajaan kecil di dalam negara, di mana abuse of power dan korupsi agraria dapat tumbuh subur dan terstruktur," jelas Dewi.

Baca juga: Rempang dan Pahuwato Membara, Lampu Kuning untuk Penguasa dan Pengusaha

Teranyar, konflik agraria berskala besar dan memicu perhatian meletus di Rempang, Pulau Batam, imbas perintah pengosongan lahan secara represif untuk PSN Rempang Eco-city.

Dalam kasus ini, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) diberi keistimewaan dalam bentuk regulasi dan infrastruktur penunjang yang kemudian diperkuat dengan nota kesepahaman penggunaan tanah dengan Xinyi Group guna mempercepat PSN.

"Kita dapat melihat, Badan Otorita Labuan Bajo juga diberikan kewenangan untuk mengakuisisi tanah setempat demi pembangunan imajinasi Bali baru di Pulau Komodo," ujar Dewi.

Segala kebijakan ini berlangsung dengan basis domain verklaring yang kira-kira berprinsip, jika seseorang tak dapat membuktikan bahwa tanahnya merupakan miliknya, maka tanah itu tanah negara yang ia tak berhak duduki.

Baca juga: Komnas HAM Akan Panggil Kepala BKPM hingga Kapolri Bahas Masalah Pulau Rempang

Prinsip ini bermasalah karena mengabaikan hak ulayat masyarakat atas tanah yang sudah dibuka, diusahakan, dan dimukimi dari generasi ke generasi.

Ia memberi contoh lagi, masyarakat adat di Nusa Tenggara Timur dipaksa menyerahkan tanah adatnya untuk pembangunan PSN Waduk Lambo.

"Inilah praktik domain verklaring tanah kita terhadap tanah serta perkampungan warga yang berujung pada penggusuran dan pematokan tanah secara paksa oleh pemerintah," ucap Dewi.

Selain contoh-contoh di atas, KPA menyebutkan banyak lagi PSN yang telah menimbulkan konflik agraria di berbagai wilayah sejak 2020, mulai dari sektor infrastruktur, properti, pertanian agribisnis, pesisir, dan tambang.

Baca juga: Komnas HAM: Konflik PSN Rempang Eco City Terindikasi Kuat Terjadi Pelanggaran HAM
Beberapa di antaranya sirkuit Mandalika di NTB, Kawasan Ekonomi Khusus Gresik, proyek Bendungan Bener di Wadas, proyek multiland MNC di Sukabumi, lumbung pangan di Sumatera Utara, hingga proyek cetak sawah baru di hutan Kalimantan.

Belum lagi, pembangunan beragam infrastruktur penunjang IKN Nusantara di Kalimantan Timur, kilang minyak Air Bangis di Sumatera Barat, PLTA di Pinrang, Bandara Kayong Utara di Kalimantan Barat, Bendungan Karalloe di Gowa, tol Serang-Panimbang, tol Balikpapan dan Samarinda, pembangunan PLTU Muna, juga proyek tambang pasir Royal Boskalis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com